Houston (ANTARA) - Harga minyak anjlok lebih dari tiga persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), tertekan oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif dan meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di China menambah kekhawatiran permintaan di importir minyak mentah terbesar dunia itu.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari terpuruk 3,08 dolar AS atau 3,3 persen, menjadi menetap di 89,78 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah merosot 1,1 persen sehari sebelumnya.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) tergelincir 3,95 dolar AS atau 4,6 persen, menjadi ditutup pada 81,64 dolar AS per barel New York Mercantile Exchange, setelah jatuh 1,5 persen pada Rabu (16/11/2022).
"Ini semacam pukulan tiga kali lipat. Kami memiliki kasus COVID-19 yang meningkat di China, suku bunga terus meningkat di sini di AS dan sekarang kami memiliki pelemahan teknis di pasar," kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Presiden Federal Reserve St. Louis, James Bullard mengatakan aturan kebijakan moneter dasar akan mengharuskan suku bunga naik setidaknya ke sekitar 5,0 persen, sementara asumsi yang lebih ketat akan merekomendasikan suku bunga di atas 7,0 persen.
Dolar AS juga naik karena investor mencerna data ekonomi AS. Dolar yang lebih kuat membuat minyak berdenominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
China melaporkan peningkatan infeksi COVID-19 setiap hari dan kilang-kilang China telah diminta mengurangi volume minyak mentah Saudi pada Desember, Reuters melaporkan, sementara juga memperlambat pembelian minyak mentah Rusia.
Meskipun beban kasus COVID-19 di China lebih kecil daripada negara lain, importir minyak mentah terbesar di dunia ini mempertahankan kebijakan ketat untuk meredam wabah awal, mengurangi permintaan bahan bakar.
Harga minyak anjlok dipicu kekhawatiran kenaikan bunga AS
Jumat, 18 November 2022 5:29 WIB