UU 17 tahun 2016 ini menegaskan bahwa pelaku persetubuhan terhadap anak disamping mendapatkan hukuman maksimal dengan pidana mati, dapat juga dikenakan juga hukuman tambahan, tindakan kebiri kimia dan rehabilitasi.
"Pertimbangan ini dapat diusulkan sebagai bahan penyusunan Memori Banding JPU," tambahnya.
Nahar mengatakan penunjukan Kemen PPPA yang akan menanggung restitusi perlu dipertimbangkan kembali dengan alasan bahwa pemerintah bukan keluarga atau relasi kuasa dari terdakwa dengan mengacu pada UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan PP 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban sebagaimana telah dirubah melalui PP 35 Tahun 2020.
Baca juga: Ridwan Kamil berharap jaksa lakukan upaya hukum maksimal ke Herry Wirawan
"Mengacu pada peraturan perundangan-undangan tersebut yang menegaskan bahwa restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, maka restitusi tidak dibebankan kepada negara," kata Nahar.
Kemen PPPA pun terus berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Dinas PPPA Jawa Barat dalam menyikapi putusan hakim yang menetapkan pelaksanaan restitusi kepada korban dan perawatan kepada 9 anak dari 8 anak korban dari total 13 anak korban yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk mendorong upaya banding.
Baca juga: Bupati Garut sebut Herry Wirawan pemerkosa 13 santriwati pantas divonis seumur hidup