New York (ANTARA) - Harga minyak turun pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), menghapus kenaikan dari sesi sebelumnya, di tengah kekhawatiran bahwa Federal Reserve AS akan mempercepat rencana untuk meningkatkan suku bunga acuan guna menjinakkan inflasi.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Januari merosot 70 sen atau 0,8 persen, menjadi menetap di 82,17 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Desember terpangkas 80 sen atau 1,0 persen, menjadi ditutup di 80,79 dolar AS per barel.
Kedua kontrak acuan jatuh untuk minggu ketiga berturut-turut, terpukul oleh penguatan dolar dan spekulasi bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden mungkin melepaskan minyak dari Cadangan Minyak Strategis AS untuk mendinginkan harga. Pada basis mingguan, Brent turun 0,7 persen, sementara WTI turun 0,6 persen.
"Pekan ini telah menjadi pengingat yang baik bagi pasar minyak bahwa harga tidak hanya dipengaruhi oleh lintasan penawaran-permintaan, tetapi juga dari perkiraan kebijakan moneter dan oleh bentuk intervensi pemerintah," kata Louise Dickson, analis pasar minyak senior di Rystad Energy.
"Suku bunga yang lebih tinggi akan memberikan dukungan lebih lanjut terhadap dolar dan bahkan lebih banyak tekanan ke bawah pada harga minyak."
Menteri Energi AS Jennifer Granholm mengatakan pada Senin (8/11/2021) bahwa Biden dapat bertindak secepatnya minggu ini untuk mengatasi kenaikan harga bensin.
"Kami percaya bahwa apa pun pengumuman itu hanya akan berdampak jangka pendek pada harga, tetapi karena ketidakpastian pasar sedikit mundur," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Perusahaan-perusahaan energi AS minggu ini menambahkan rig minyak dan gas alam untuk minggu ketiga berturut-turut. Jumlah rig minyak dan gas, indikator awal produksi masa depan, naik enam menjadi 556 dalam seminggu hingga 12 November, level tertinggi sejak April 2020, perusahaan jasa energi Baker Hughes Co mengatakan pada Jumat (12/11/2021).
Rosneft Rusia, perusahaan minyak terbesar kedua di dunia berdasarkan produksi setelah Saudi Aramco, memperingatkan pada Jumat (12/11/2021) tentang potensi "siklus super" di pasar energi global, meningkatkan prospek harga yang lebih tinggi karena permintaan melebihi pasokan.
Namun, meskipun ada tanda-tanda positif di sisi permintaan, dengan perjalanan udara meningkat cepat, kebijakan moneter dan fiskal yang lebih ketat dan musim dingin di belahan bumi utara akan bertindak sebagai peredam.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Kamis (11/11/2021) memangkas perkiraan permintaan minyak dunia untuk kuartal keempat sebesar 330.000 barel per hari (bph) dari perkiraan bulan lalu, karena harga energi yang tinggi menghambat pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19.
OPEC, Rusia dan sekutu, bersama-sama dikenal sebagai OPEC+, sepakat pekan lalu untuk tetap berpegang pada rencana untuk menambah 400.000 barel per hari ke pasar setiap bulan.
"Pasar minyak berjalan dalam tidur menuju surplus pasokan," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM. “OPEC dan sekutunya setidaknya perlu menghentikan pelonggaran pembatasan pasokan mereka di tahun baru. Kelambanan akan mengakibatkan stok minyak global membengkak lagi.”
Baca juga: Harga minyak jatuh di Asia, karena penguatan dolar dalam minggu bergejolak
Baca juga: Harga minyak "rebound" setelah anjlok sesi sebelumnya, meskipun dolar kuat
Baca juga: Harga minyak stabil di Asia, setelah jatuh saat AS lepas cadangan strategis
Harga minyak catat penurunan mingguan ketiga setelah pekan yang bergejolak
Sabtu, 13 November 2021 8:21 WIB