Bandung (ANTARA) - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyatakan bersikap kooperatif dan siap duduk bersama warga mendiskusikan keluhan dampak lingkungan yang diajukan Paguyuban Warga RT 12/RW 09, Kompleks Margawangi Estate Cijawura, Bandung, Jawa Barat, ke Komnas HAM.
GM Corporate Secretary KCIC Mirza Soraya dalam siaran persnya di Bandung, Jawa Barat, Sabtu, mengatakan pelaksanaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) senantiasa mengedepankan keamanan dan keselamatan lingkungan, sesuai dengan kajian amdal yang telah dilakukan.
Dia menuturkan KCIC juga telah menunjuk beberapa konsultan untuk memastikan aktivitas pembangunan berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Berdasarkan studi konsultan lingkungan yang ditunjuk KCIC terhadap sampel air yang diambil, diketahui jika semua kriteria sampel masih sesuai baku mutu, kecuali tingkat kekeruhan yang sudah di ambang batas.
Hal tersebut, katanya, dapat terjadi jika jenis lahan sebelumnya adalah rawa.
Terkait keretakan rumah yang diduga disebabkan oleh pembangunan proyek KCJB, Mirza menyebutkan kondisi itu sesungguhnya tidak dapat diketahui secara pasti.
Mengingat kegiatan inventarisasi yang akan dilakukan oleh PT KCIC dan kontraktor sebelum proyek berjalan mendapat penolakan warga, sehingga KCIC dan kontraktor tidak memperoleh data pembanding kondisi bangunan sebelum dan sesudah pekerjaan dilakukan.
"Hal ini berbeda dengan yang terjadi di RT 11, di mana KCIC dan kontraktor dapat melakukan inventarisasi data sebelum pekerjaan dilakukan," tuturnya.
Berkaitan dengan fasilitas sosial dan umum, Mirza menjelaskan berdasarkan site plan yang ada, fasos dan fasum bukan milik pemerintah daerah, melainkan milik pengembang perumahan.
KCIC pun sudah melakukan penggantian uang ganti untung ke pihak pengembang perumahan.
Oleh karena itu, tambahnya, pihak yang berkewajiban untuk memenuhi permintaan warga terkait fasilitas sosial dan umum adalah pengembang perumahan.
Dalam hal kebisingan yang dikeluhkan warga, Mirza menjelaskan KCIC sudah melakukan pengukuran tingkat kebisingan di dua titik lokasi pada 2 Maret 2021 dan hasilnya tingkat kebisingan di dua titik itu adalah 58,3 db dan 53 db.
"Kebisingan juga bertambah karena lokasi proyek juga berdekatan dengan jalan tol. Namun, tingkat kebisingan ini secara berangsur menurun seiring dengan selesainya proyek pembangunan," lanjutnya.
Mirza juga menegaskan sepanjang proyek pembangunan, tidak ada intimidasi dari aparat TNI/Polri.
Keberadaan aparat keamanan dari unsur TNI/Polri di lokasi pembangunan, lanjutnya, bukan bertujuan mengintimidasi warga, melainkan prosedur pengamanan yang sudah baku dalam pelaksanaan proyek strategis nasional.
Mengenai kondisi banjir yang diduga disebabkan proyek kereta cepat, Mirza menyebut jika banjir tersebut memang disebabkan oleh proyek kereta cepat, maka KCIC melalui konsorsium kontraktor akan bertanggung jawab untuk penanganannya.
Termasuk juga adanya ketidaknyamanan dan ketidakamanan yang dirasakan warga yang berada di zona merah.
Menurut dia, jika memang ketidaknyamanan dan ketidakamanan itu adalah dampak proyek KCJB, maka KCIC siap bertanggung jawab sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Pada prinsipnya kami sangat terbuka dan kooperatif jika ada keluhan warga. Kami juga siap untuk mengadakan sosialisasi kembali dan diskusi bersama warga setempat jika memang dibutuhkan meskipun sebelumnya kami pun melakukan sosialisasi secara berkala," kata Mirza.
Baca juga: Pemanggilan Direktur PT KCIC terkait perusakan lingkungan di Bandung
Baca juga: Presiden targetkan kereta cepat Jakarta-Bandung diujicoba akhir 2022
Baca juga: Luhut sebut kereta cepat Jakarta-Bandung lambang modernisasi transportasi