Jakarta (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal menyebut UU Cipta Kerja tidak menjadikan Majelis Ulama Indonesia sebagai subordinat tetapi menjadi mitra BPJPH dalam Sistem Jaminan Halal.
"Berdasarkan regulasi, BPJPH bekerja sama dengan MUI, tidak menjadikannya subordinat," kata Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mastuki HS saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan BPJPH dalam proses sertifikasi halal juga bermitra dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang di dalamnya terdapat auditor halal. BPJPH menjadi regulator, LPH sebagai pemeriksa produk dan MUI melakukan sidang fatwa kehalalan produk.
Menurut dia, Undang-Undang No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sebelum ada UU Cipta Kerja mengamanahkan MUI dalam tiga kewenangan yaitu menetapkan kehalalan produk, sertifikasi auditor halal dan akreditasi LPH.
Setelah UU Cipta Kerja berlaku, kata dia, kewenangan MUI menjadi satu yaitu untuk penetapan kehalalan produk yang menjadi wewenang para ulama dalam ormas Islam itu.
"Dua hal kewenangan MUI tidak masuk dalam UU Ciptaker karena konsen ulama itu pada penetapan kehalalan produk. Jelas, kok, kata-katanya, kerja sama bukan subordinasi," katanya.
Terkait perkembangan pertumbuhan Lembaga Pemeriksa Halal hingga saat ini, Mastuki mengatakan baru ada LPH dari MUI yaitu, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Ia berharap ke depan jumlah LPH dapat bertambah misalnya dari ormas Islam atau unsur masyarakat lainnya sehingga akselerasi sertifikasi halal dapat terwujud.
"Belum ada lagi, masih tetap LPPOM yang jalan selama ini. Kami masih menyelesaikan calon-calon LPH lainnya," kata dia.*
Baca juga: BPJPH: UU Cipta Kerja pangkas signifikan waktu sertifikasi halal
Baca juga: Cek kehalalan vaksin COVID-19, MUI akan ke China