Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menangkap sebanyak 5.918 orang saat aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, Kamis (8/10).
Jumlah tersebut merupakan hasil penangkapan dari seluruh Polda jajaran. Ribuan pendemo itu terpaksa ditangkap lantaran diduga membuat kericuhan.
“Dalam aksi berujung anarkis, Polri menangkap 5.918 orang,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Argo Yuwono dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Di antara ribuan orang yang ditangkap itu, sebanyak 240 orang dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan atau dilakukan proses pidana.
“Sementara 153 orang masih dalam proses pemeriksaan, 87 orang sudah dilakukan penahanan,” ucap Argo.
Mantan Karo Penmas Divisi Humas Polri ini menekankan penegakan hukum terhadap pendemo yang melakukan tindak anarkis merupakan upaya Polri dalam menjaga wibawa negara sekaligus memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.
"Negara tidak boleh kalah oleh premanisme dan intoleran," kata jenderal bintang dua ini.
Lebih lanjut, Argo mengungkapkan bahwa dari total seluruh pendemo yang telah diamankan, 145 orang di antaranya reaktif COVID-19 setelah dilakukan tes cepat.
Oleh karena itu, Polri mengimbau kepada elemen masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja agar menempuh jalur hukum melalui gugatan "judicial review" ke Mahkmah Konstitusi (MK) daripada melakukan aksi turun ke jalan yang menimbulkan risiko terjadinya penyebaran COVID-19.
Baca juga: Dinkes Kota Bogor khawatirkan kerumunan demo timbulkan klaster baru
Baca juga: Pasca demo UU Cipta Kerja, sejumlah fasilitas umum di luar Gedung Sate rusak
Polri tangkap 5.918 orang dalam demo rusuh
Sabtu, 10 Oktober 2020 15:37 WIB