Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan mulai September 2020 PT Bio Farma memproduksi dua juta perangkat tes PCR untuk mendeteksi COVID-19.
"Perlengkapan PCR test kit yang kami kembangkan telah diproduksi Bio Farma sebanyak 1,4 juta kit per bulan, dan bulan September nanti sudah menjadi dua juta kit per bulan," kata Menristek/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro dalam acara Peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-25 yang ditayangkan dalam jaringan diikuti dari Jakarta, Senin.
Peningkatan jumlah produksi akat tes PCR dalam negeri ini akan mendukung percepatan pendeteksian COVID-19.
Di samping itu, Mobile Lab BSL-2 karya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang berperan menjadi laboratorium bergerak untuk pemeriksaan COVID-19 sedang dikembangkan untuk versi bus.
Saat ini, sebanyak 12 unit versi pertama Mobile Lab BSL-2 bukan berbasis bus telah dipesan oleh berbagai pihak.
Mobile Lab BSL-2 memenuhi Standar Badan Kesehatan Dunia, memenuhi standar laboratorium pengujian dengan sertifikasi Kementerian Kesehatan tentang laboratorium klinik, mudah dipindahtempatkan, dan dilengkapi Aplikasi Pantau COVID-19.
Dalam Peringatan Hakteknas 2020, Menristek Bambang menyampaikan berbagai hasil penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan dalam merespons pandemi COVID-19 dan sebagai upaya kemandirian bangsa dalam bidang alat kesehatan dan bahan baku obat.
Hasil itu di antaranya PCR test kit, ventilator, alat tes diagnostik cepat atau Rapid Diagnostic Test (RDT), alat deteksi dini COVID-19, Mobile Lab BSL-2, sel punca, vaksin Merah Putih, dan imunomodulator.
Inovasi Rapid Diagnostic Test (RDT) untuk deteksi IgG/IgM terhadap SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 merupakan kerja sama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Airlangga.
Hasil inovasi itu diproduksi oleh perusahaan dalam negeri dengan kapasitas pada Agustus 2020 sebanyak 350.000 unit per bulan, dan ke depannya ditingkatkan menjadi 1-2 juta per bulan.
Kementerian Riset dan Teknologi juga akan segera meluncurkan tea cepat IgG dan IgM secara terpisah.
Selain itu, alat deteksi dini COVID-19 dikembangkan dalam dua jenis yakni Reverse Transcriptase Loop-Mediated Isothermal Amplification (RTLAMP) Turbidity yang dikembangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Microchip Surface Plasmon Resonance (SPR).
Microchip SPR dikembangkan oleh Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjajaran bekerja sama dengan BPPT.
Metode RT-Lamp memiliki kelebihan yaitu lebih memungkinkan dilakukan di fasilitas kesehatan dengan fasilitas yang lebih sederhana dengan hasil kuantitatif dan kualitatif. Diharapkan akhir Agustus 2020, alat tes intu dapat digunakan.
Microchip Surface Plasmon Resonance (SPR) merupakan teknik deteksi yang memiliki reprodusibilitas tinggi, "real time", dan relatif murah.
"Reagen utamanya sudah dapat kita produksi sendiri. Saat ini sudah ada mitra swasta yang siap bekerja sama," ujar Bambang.
Dengan alat Microchip SPR, pemrosesan deteksi virus langsung dengan kecepatan deteksi yang lebih cepat, 30 menit sampai maksimal dua jam.
Tim pengembangan sel punca yang terdiri dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Kimia Farma telah melaksanakan uji klinis fase-3.
Produk sel punca telah diujicobakan sebagai terapi adjuvant pada pasien COVID-19 derajat kritis untuk mengatasi badai sitokin, melalui kemampuan imunomodulasi pada sel punca. Produk itu diharapkan dapat memperoleh izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan pada 2020.
Terkait perkembangan vaksin Merah Putih, Menristek Bambang mengatakan upaya produksi protein rekombinan untuk membuat vaksin telah diselesaikan. Tim vaksin Merah Putih juga akan mencoba platform lainnya seperti inactivated dan mRNA.
"Sebagai upaya kemandirian kesehatan dan bahan baku obat nasional, pengembangan vaksin Merah Putih terhadap semua strain virus COVID-19 terus dilakukan," ujar Menristek Bambang.
Pengembangan vaksin itu dikerjakan oleh tim yang dipimpin Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.
Eijkman dan Bio Farma melibatkan Majelis Ulama Indonesia dalam pengembangan vaksin guna memastikan kehalalan vaksin.
Kolaborasi pengembangan vaksin buatan dalam negeri itu melibatkan berbagai pihak baik kementerian, lembaga, maupun universitas antara lain Kemristek/BRIN, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Kesehatan, Eijkman, Badan BPPT, LIPI, Bio Farma, Kalbe, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Majelis Ulama Indonesia, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes).
Sejumlah perguruan tinggi yang terlibat adalah Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Sebelas Maret, Universitas Udayana, Universitas Gadjah Mada, Universitas Andalas, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, Universitas Padjajaran, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Sumatera Utara.
Baca juga: Bio Farma genjot produksi dua juta alat PCR per bulan pada September
Baca juga: Menko PMK targetkan Indonesia tak lagi impor alat PCR
Baca juga: Alat uji COVID-19 yang dibuat Bio Farma mulai diproduksi