Jakarta (ANTARA) - PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Grup memastikan tidak pernah merampas hak rakyat dalam sengketa lahan atau konflik agraria terkait penyerobotan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN di berbagai daerah yang masih terus terjadi.
Seperti diketahui, PTPN Grup sebagai holding perkebunan tengah fokus menjalankan transformasi bisnis dengan mengoptimalkan pengembangan aset-aset negara, termasuk lahan perkebunan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi besar bagi negara.
Direktur Umum Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Seger Budiarjo di Jakarta, Minggu, menjelaskan konflik pertanahan yang muncul jelas akan membawa kerugian yang diderita oleh PTPN tidak saja terbatas pada kerugian materi, tetapi juga kerugian immaterial.
"Kerugian immaterial seperti fokus perusahaan yang terbelah untuk mengatasi permasalahan konflik lahan, menurunnya hubungan dengan masyarakat sekitar yang semula harmonis menjadi terganggu yang pada akhirnya berdampak terhadap performa perusahaan," kata Seger Budiarjo.
Seger menjelaskan selama ini dalam sengketa lahan, PTPN sudah menempuh upaya damai dan kekeluargaan dengan tetap mematuhi aturan hukum. Bahkan, manajemen tak segan memberikan ganti rugi atau biaya kompensasi yang layak kepada petani penggarap lahan PTPN.
Penyerobotan lahan HGU oleh pihak-pihak tertentu yang mengganggu menjadi titik mula terjadi penggarapan yang bermuara kepada konflik pertanahan.
Ia menambahkan PTPN sebagai entitas bisnis BUMN Perkebunan adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara sehingga pengelolaannya harus hati-hati dan tidak boleh kalah dengan oknum pihak-pihak tertentu yang ditengarai sering ada di balik setiap sengketa lahan.
Oleh karena, itu dia berharap semua pemangku kepentingan dari unsur pemerintah pusat dan daerah bisa bekerja sama dengan PTPN untuk menyelesaikan masalah sengketa secara adil, musyawarah, kekeluargaan dengan tetap mematuhi hukum.
Di berbagai daerah, PTPN selalu melakukan dialog yang melibatkan pemangku kepentingan unsur Muspida dan tokoh masyarakat setempat dalam menyelesaikan setiap permasalahan sengketa lahan agar dapat mencegah konflik yang berkepanjangan yang dapat merugikan semua pihak.
Namun, seringkali PTPN sebagai korporasi dianggap semena-mena terhadap masyarakat.
"Semua sengketa lahan penyelesaiannya melalui langkah kekeluargaan dan jalur hukum untuk mencari kepastian hukum atas tanah, karena jelas sebuah sebuah korporasi besar kami terikat pada peraturan dan tata kelola yang jelas harus dipatuhi," kata Seger.
Khusus pada kasus sengketa lahan di kebun bekala, Deli Serdang Sumatera Utara, PTPN II memiliki dasar hukum yang kuat dan berkekuatan hukum tetap.
Ia pun menjelaskan penerbitan HGU No.171/Simalingkar A seluas 854,26 ha tersebut pernah digugat oleh masyarakat Forum Kaum Tani Lau Cih di PTUN Medan.
Namun, perkara tersebut telah memperoleh putusan Kasasi di MA RI No. 5K/TUN/2020 yang pada intinya menguatkan putusan hukum PTUN Medan dan Pengadilan Tinggi TUN yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima atas klaim sepihak Forum Kaum Tani Lau Cih.
Dalam hal ini PTPN II memberikan biaya kompensasi secara bertahap yang layak kepada masyarakat yang bersedia meninggalkan lahan tersebut dan menyerahkan kembali tanah tersebut kepada PTPN II sesuai dengan hasil kesepakatan dengan dengan Muspida dan DPRD Sumatera Utara.
Di sisi lain, perseroan melalui program kemitraan dan bina lingkungan selalu menjalankan kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar kebun sebagai bentuk aksi kepedulian sosial dan peningkatan kesejahteraan.
Hal ini juga menjadi wujud kepedulian perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar untuk mendukung terciptanya harmonisasi hubungan yang selama ini terjalin dengan baik.
Baca juga: Enam merek gula untuk pasar ritel lokal dikeluarkan Holding PTPN
Baca juga: Holding PTPN akan fokus pada sawit dan gula