Cibinong, Bogor (ANTARA) - Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Rudy Susmanto menganggap penolakan tes cepat atau rapid test massal virus corona oleh pedagang Pasar Cileungsi Kabupaten Bogor, Jawa Barat akan mengganggu penanggulangan COVID-19.
"Kalau tidak begitu, dari mana bisa mengetahui tingkat reproduksi efektinya (Rt). Masyarakat juga harus paham kalau ini bukan untuk menakuti, tapi mendeteksi sedini mungkin,” ujarnya di Cibinong, Kabupaten Bogor, Kamis.
Menurutnya, penolakan itu akan mengganggu upaya Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kabupaten Bogor, dalam menekan angka Rt untuk menuju fase normal baru. Pasalnya, salah satu cara untuk mendeteksi sedini mungkin pasien positif baru adalah dengan melakukan tes cepat yang dilanjutkan dengan swab test atau tes usap jika reaktif tes cepat.
Baca juga: Tes cepat di Pasar Cileungsi ditolak pedagang, ini alasannya
“Kami sayang dengan masyarakat. Memang harus melakukan tes sebanyak mungkin," sebut politisi Partai Gerindra itu.
Berdasarkan catatan gugus tugas, Rt Kabupaten Bogor saat ini masih pada angkat 1,2 poin. Sementara daerah yang diperbolehkan masuk ke fase normal baru yaitu bagi yang angkanya di bawah 1 poin.
“Memang masih berat. Tapi harus diupayakan. Masyarakat harus disiplin. Kunci melawan COVID-19 salah satunya dengan menerapkan protokol kesehatan, pakai masker, cuci tangan. Intinya jaga kebersihan,” kata Rudy.
Seperti diketahui, Staf Humas dan Keamanan Pasar Cileungsi, Ujang Rasmadi menyebutkan bahwa pedagang Pasar Cileungsi bereaksi atas kekecewaannya kepada tim gugus tugas dengan cara menolak pelaksanaan tes cepat massal. Para pedagang mengusir rombongan tenaga medis yang hendak menggelar tes cepat di pasar itu pada Rabu (10/6) pagi.
Baca juga: Pedagang Pasar Cileungsi keluhkan sepi pembeli imbas jadi klaster COVID-19
Menurutnya, pedagang beranggapan sepinya Pasar Cileungsi karena ada pembatasan pengunjung oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kabupaten Bogor. Pembatasan pengunjung itu menimbulkan kecemburuan pedagang Pasar Cileungsi kepada pedagang kaki lima (PKL) di luar pasar yang operasionalnya tidak mendapat pembatasan dari gugus tugas.
"Ada timbul (permasalahan) seperti itu, karena pedagang yang di dalam yang jelas legal diperlakukan seperti itu (dibatasi) sementara yang di luar diabaikan," jelasnya.
Baca juga: Pasien COVID-19 dari klaster Pasar Cileungsi Bogor bertambah enam orang