Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto meminta pemerintah menunda kebijakan normal baru dengan membuka kembali kegiatan tatap muka di pondok pesantren seiring belum menurunnya angka positif COVID-19.
Susanto dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan terdapat setidaknya 18 juta anak di pesantren yang terancam keselamatannya jika normal baru diterapkan.
"Ini tentu saja merupakan jumlah yang sangat besar dan memerlukan adanya perhatian khusus," kata dia.
Baca juga: Kemenag bentuk Gugus Tugas Anti-COVID-19 di 50 pesantren
Dia meminta pemerintah berhati-hati dan tidak tergesa membuka pesantren dan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Pemerintah perlu belajar dari negara-negara lain yang sudah melakukan normal baru di dunia pendidikan tapi masih menemui persoalan ancaman penularan virus corona jenis baru karena belum siap dan memenuhi standar aman bagi anak.
Maka, kata dia, pemerintah perlu mempertimbangkan banyak hal, di antaranya jumlah penurunan signifikan kasus COVID-19, kesiapan SDM, sarana dan prasarana pendukung agar memenuhi standar protokol kesehatan serta aspek lain terkait.
"Apalagi, sampai saat ini masih banyak pesantren yang memiliki keterbatasan-keterbatasan dalam penyelenggaraan layanan pendidikan, termasuk fasilitas dan sarana-prasarana yang aman, sehat bagi anak dan sesuai dengan standar protokol kesehatan COVID-19," kata dia.
Baca juga: Pemprov Jabar adakan rapid test COVID-19 di sejumlah pesantren
Oleh karena itu, dia meminta Kementerian Agama RI untuk melakukan pemetaan terlebih dahulu terkait kondisi dan kesiapan pesantren dalam penyelenggaraan pembelajaran tatap muka dengan standar kesehatan sesuai protokol kesehatan COVID-19.
"Prinsipnya, keselamatan dan kesehatan anak harus menjadi prioritas utama agar pembukaan belajar tatap muka tidak menghadirkan masalah baru," katanya.
Baca juga: Terkait corona, Wagub Jabar minta wali murid jangan khawatirkan santri di pesantren