Jakarta (ANTARA) - Pemegang saham Garuda Indonesia Group dan Sriwijaya Air Group sedang bernegosiasi perihal penyelesaian kewajiban dan utang-utang Sriwijaya kepada Badan Usaha Milik Negara.
"Kami saat ini sedang berdiskusi dan bernegosiasi dengan pemegang saham Sriwijaya perihal penyelesaian kewajiban dan utang-utang Sriwijaya kepada institusi negara seperti, BNI, Pertamina, GMF, Gapura Angkasa dan lainnya," kata Vice President Corporate Secretary M Ikhsan Rosan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Ikhsan menjelaskan awal masuknya Garuda Indonesia Group dalam kerja sama manajemen dengan Sriwijaya adalah dalam rangka mengamankan aset dan piutang negara pada Sriwijaya Group.
"Garuda Indonesia berharap Sriwijaya beriktikad baik atas penyelesaian kewajiban-kewajiban mereka kepada institusi negara seperti disebutkan di atas." katanya.
Dia menambahkan Direksi transisi Sriwijaya yang disepakati bersama telah habis masa tugasnya pada 31 Oktober 2019.
Sehubungan dengan informasi yang beredar di publik perihal penjelasan Direktur Teknik dan Layanan Garuda Indonesia Iwan Joeniarto bersama ini, Ikhsan mengatakan penjelasan tersebut ditujukan kepada Lessor - perusahaan penyewaan pesawat - atas pertanyaan mereka tentang posisi Garuda Indonesia atas Sriwijaya.
"Disampaikan bahwa hubungan keduanya saat ini adalah sebatas pada hubungan business to business dan tanggung jawab Sriwijaya kepada Lessor menjadi tanggung jawab Sriwijaya sendiri,"kata Ikhsan.
Sebelumnya, Sriwijaya Air Group menunggak utang kepada PT GMF AeroAsia terkait perawatan pesawat sebesar Rp800 miliar.
Kondisi perusahaan pun sudah berada dalam rapor merah, yaitu dalam Hazard, Identification dan Risk Assessment sudah berstatus merah 4A di mana tingkat paling parah adalah 5A.
Kondisi tersebut, artinya sudah tidak memungkinkan bagi sebuah maskapai untuk meneruskan operasional penerbangan.
Untuk itu salah satu direktur mengajukan surat rekomendasi untuk menghentikan sementara operasional Sriwijaya Air Group hingga kondisi sudah kembali memungkinkan, terutama kondisi finansial perusahaan.
Akibat utang tersebut, operasional terganggu, salah satunya banyaknya keterlambatan penerbangan yang menyebabkan membengkaknya biaya layanan sebagai kompensasi.
Baca juga: Sriwijaya dan Citilink kembali tak akur, kerjasama tidak dilanjutkan
Kembali negosiasi Garuda dan Sriwijaya soal penyelesaian utang ke BUMN
Kamis, 7 November 2019 19:31 WIB