antarajabar - Perjalanan kasus Buni Yani, yakni terdakwa pelanggaran Undang Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyebar dan memotong video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu, Jakarta berakhir.
Bertempat di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan penjara terhadap, pada Selasa siang.
Terdakwa Buni yani terbukti melakukan dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu tahun enam bulan, ujar Ketua majelis hakim Saptono dalam pembacaan amar putusannya untuk Buni Yani.
Mendengar vonis tersebut, Buni Yani yang mengenakan kemeja koko warna putih dengan selendang batik langsung berdiri dan bertakbir menghadap ke pengunjung sidang.
Tak lama setelah itu, ia menghampiri tim kuasa hukum atau penasihat hukumnya yang berada di sudut kanan ruangan sidang.
Setelah berdiskusi selama beberapa saat, salah seorang tim penasihat hukum Buni Yani menyampaikan pernyataan kepada majelis hakim bahwa mereka akan mengajukan banding.
Gema takbir kembali terdengar di dalam ruangan sidang termasuk dari Buni Yani yang bertakbir sambil mengepalkan lengan kanannya.
Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim itu lebih rendah dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta Buni Yani divonis dua tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider tiga bulan.
Dalam kasus ini, Buni Yani oleh majelis hakim dinilai telah melanggar Pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan melakukan ujaran kebencian dan mengedit isi video pidato Ahok.
Selain itu, dalam amar putusannya, majelis hakim memaparkan sejumlah hal-hal yang memberatkan seperti perbuatan terdakwa telah menimbulkan keresahan dan tak mengakui kesalahannya.
Sedangkan hal yang meringankannya adalah Buni Yani belum pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga.
Kecewa, itulah respon Buni Yani atas vonis yang dijatuhkan hakim. Dia tidak dapat menerima vonis hakim yang menjatuhkan pidana satu tahun enam bulan kepada dirinya, karena dianggap tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada di persidangan.
"Saya divonis tanpa ada fakta di persidangan. Ini jelas kriminalisasi dan saya akan banding," kata Buni Yani saat menyampaikan orasinya usai sidang pembacaan putusan di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung.
Di hadapan massa pendukungnya yang hadir di tempat persidangan, Buni Yani mengklaim tidak bersalah atas video unggahan pidato Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu.
Sehingga ia bersikukuh akan tetap memperjuangkan nasibnya dengan menempuh upaya banding.
"Saya katakan, jangankan penjara, nyawa pun akan saya hantarkan untuk perjuangan ini. Saya tak punya salah apa-apa dan saya siap untuk mati," katanya.
Selain menyebut putusan hakim tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada selama persidangan, Bun Yani menyebut vonis terhadap dirinya merupakan upaya kriminalisasi.
Sidang terakhir Buni Yani ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh, salah satunya adalah politikus senior Amien Rais, ia mengaku sengaja datang ke persidangan untuk memberi dukungan kepada Buni Yani.
Amien masuk ke ruang sidang sekitar pukul 11.00 WIB. Sebelum memasuki ruang sidang, Amien sempat berpidato di hadapan massa pendukung Buni Yani yang berunjuk rasa di luar gedung.
Mantan Ketua MPR mengajak semua terutama yang beragama Islam untuk membela Buni Yani mendapatkan kriminalisasi.
Selain Amien Rais, hadir pula pengacara sekaligus penasihat Presidium Alumni 212 Eggi Sudjana dan anggota DPD RI Fahira Idris. Sementara, Sri Bintang Pamungkas, Fadli Zon, dan Aa Gym yang dikabarkan akan hadir belum tampak di persidangan.
19 Persidangan
Sidang Buni Yani di Gedung Perpustakaan dan Arsip yang terletak di Jalan Seram Kota Bandung, berlangsung selama 19 kali. Sidang perdana berlangsung pada 13 Juni 2017 di Gedung Pengadilan Negeri Bandung.
Suasana panas antara Buni Yani dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat terjadi selama persidangan.
Dalam perjalanannya, suasana tegang sempat terjadi antara Buni Yani dan jaksa seperti saat persidangan yang berlangsung pada Kamis, 3 Oktober 2017.
Buni Yani menyebut jaksa "stupid" (bodoh) karena ia menilai jaksa tidak dapat menampilkan bukti-bukti yang kuat jika dirinya benar-benar memotong video pidato Basuki.
Tak terima dibilang "stupid" oleh Buni Yani, jaksa hendak melaporkan melaporkan Buni Yani ke polisi dengan tuduhan menghina persidangan.
JPU Irfan Wibowo menuturkan ia kesal saat permintaannya agar melihat ke depan ke arah hakim tidak digubris oleh Buni Yani, yang ada malah Buni Yani terus menatap dirinya.
Selain menghina dengan menatap, terdakwa Buni Yani juga menunjukkan sikap penghinaan menggunakan jarinya, kata dia.
Namun, proses sidang yang diwarnai oleh luapan emosi tersebut akhirnya menemukan babak akhirnya.
Palu hakim menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara kepada Buni Yani yang pernah tercatat sebagai jurnalis dan dosen di salah satu universitas swasta ini.
Akhir Perjalanan Kasus Buni Yani
Selasa, 14 November 2017 22:00 WIB