Bandung (ANTARA) - Kadang sejarah Indonesia itu lebih absurd dari timeline Twitter. Bayangin aja-di tahun 1950, sebelum ada printer, fotokopi, bahkan belum ada aplikasi pemilu online-Bandung pernah heboh gara-gara urusan… nyetak formulir pemilu.
Iya, serius. Pemerintah sampai harus ngitung apakah biaya ratusan juta rupiah itu bakal cukup, dan yang bikin makin mindblowing: kalau semua percetakan dikerahkan buat pemilu, koran dan majalah harus berhenti terbit setahun penuh.
Ini dia kisah unik dari Bandung Baheula yang bakal bikin kamu mikir: “Ternyata urusan pemilu zaman dulu lebih drama dari season terbaru serial politik mana pun.”
Bandung, 29/11/1950 (ANTARA) - Seorang pegawai tinggi dari Kementerian Dalam Negeri (Jogja) menerangkan kepada para wartawan di Bandung, bahwa beaja untuk pemilihan umum, jaitu buat segala persiapan2, penerangan2, mentjetak formulier2 dll-nja, dapat ditaksir sebesar 300 djuta. Kalau andai kata, demikian diterangkannja, dari sedjumlah 70 djuta rakjat Indonesia ada 20 atau 14 djuta orang dewasa jang turut serta dalam pemilihan umum itu, maka bagi tiap pemilih itu harus dikeluarkan ongkos 300:14=21,42 rupiah.
Kalau segala formulir dan surat2 lainnja ditjetak dinegeri kita, maka diduganja, bahwa mentjetak itu pun akan memakan waktu 1 tahun djika kita kerahkan semua pertjetakan, baik kepunjaan asing ataupun milik bangsa Indonesia sendiri, jang ada ditanah air kita ini. Lagipula selama 1 tahun itu pertjetakan itu hanja digunakan untuk mentjetak keperluan kita semata2, dus koran2, madjalah2, buku2 harus dihentikan ditjetak.
Kalau formulier2 itu ditjetak di Inggeris dan Nederland mungkin waktunja akan lebih pendek, jaitu kira2 6 bulan, tapi lebih mahal.
Ongkos 300 djuta itu tidak meliputi ongkos2 jang harus dikeluarkan buat sidang2 parlemen sementara jang masih harus membitjarakan undang2 pemilihan tsb. Demikian pegawai tinggi tsb.

Sumber: Pusat Data dan Layanan Informasi ANTARA
Kisah ini bukti bahwa sejarah Indonesia tuh nggak cuma soal tokoh besar dan peristiwa heroik, tapi juga drama logistik yang relate banget sama kehidupan modern. Dulu ribet karena cetak formulir pemilu, sekarang ribet karena server down pas hitung cepat. Bedanya cuma teknologi, tapi hectic-nya masih sama.
Makanya, Bandung Baheula selalu punya cerita yang nggak lekang ditelan zaman-bikin kita sadar kalau masa lalu itu… kadang lebih chaotic dari masa kini.
