Bandung (ANTARA) - Komisi VII DPR RI dalam kunjungan kerja spesifiknya, mendorong penguatan peran Politeknik Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung (ST3 Bandung) dalam mencetak tenaga ahli dan mendukung kemajuan industri tekstil nasional.
Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay dalam kesempatan tersebut, mengungkapkan kampus vokasi seperti STT Tekstil yang telah lama berfokus pada pengembangan sumber daya manusia di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), memiliki potensi besar dalam mendukung daya saing industri nasional di tengah tantangan global, mulai dari tenaga pengajar yang berkualifikasi tinggi, hingga serapan kerja lulusan di dunia kerja yang mencapai 100 persen.
"Namun demikian, pihak kampus menyampaikan sejumlah tantangan yang dihadapi, antara lain keterbatasan peralatan praktik dan minimnya akses terhadap beasiswa," kata Saleh di Kampus STT Tekstil Bandung, Senin.
Komisi VII DPR menilai bahwa modernisasi alat dan peningkatan jumlah beasiswa sangat penting agar tidak ada mahasiswa yang terpaksa putus studi karena kendala ekonomi.
"Selain itu, mereka juga berharap para dosennya bisa memperoleh beasiswa studi lanjut ke luar negeri, khususnya ke negara produsen mesin tekstil, agar bisa mengikuti perkembangan teknologi terbaru dan memperkuat kerja sama internasional," ujarnya.
Komisi VII, lanjut dia, berkomitmen untuk menyampaikan aspirasi tersebut kepada pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, mengingat kebutuhan kampus vokasi seperti STT Tekstil tidak besar dan sangat rasional untuk dipenuhi.
"Kalau pemerintah punya political will, kebutuhan seperti ini tidak sulit dipenuhi. Ini bukan soal triliunan, tapi soal pemenuhan kebutuhan standar yang penting untuk keberlangsungan pendidikan vokasi dan industri kita," ujarnya.
Antisipasi Tantangan Global
Dalam kesempatan tersebut, Komisi VII juga menyoroti tantangan industri tekstil nasional di tengah persaingan global, termasuk persaingan dengan produk dari Amerika Serikat dan Tiongkok terlebih kini AS memberlakukan tarif impor sebesar 19 persen pada Indonesia.
Menurutnya, keberadaan politeknik vokasi seperti STT Tekstil sangat penting untuk menjaga daya saing produk dalam negeri.
"Kalau pun produk luar masuk, masyarakat akan tetap memilih produk lokal jika kualitasnya baik. Kita justru harus melihat ini sebagai peluang, bukan ancaman,” katanya.
Ia menambahkan, perlu ada kebijakan afirmatif dari pemerintah agar industri tekstil Indonesia mampu bersaing di pasar global. Salah satunya dengan mengurangi ketergantungan pada impor mesin tekstil dan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri.
"Tantangan kita adalah bagaimana bisa memproduksi mesin tekstil sendiri agar tidak tergantung dari luar negeri. Saat ini masih banyak mesin yang diimpor, bahkan operatornya pun dari luar," ujarnya.
Meski demikian, ia menilai produk Amerika cenderung memiliki harga lebih tinggi karena biaya tenaga kerja yang mahal dan yang lebih perlu diwaspada, justru produk-produk dari Tiongkok yang datang dalam jumlah masif dengan harga kompetitif.
"Ini yang perlu diperhatikan pemerintah. Kita tidak menolak persaingan, tapi pemerintah harus hadir dengan kebijakan afirmatif agar kita bisa bersaing di tengah era perdagangan bebas," katanya.
Menurutnya, Indonesia harus aktif mengekspor produk tekstil ke luar negeri, termasuk ke Tiongkok dan negara-negara Eropa. Ia pun menyambut baik dibukanya akses visa multi-entry oleh Komisi Eropa yang dapat membuka lebih banyak peluang perdagangan.
"Jangan hanya mereka yang jual ke kita, kita juga harus bisa jual ke sana. Pemerintah perlu strategi dan kebijakan yang konkret untuk menguatkan daya saing kita," ucap dia menambahkan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DPR dorong penguatan STT Tekstil Bandung dukung industri nasional