Bandung (ANTARA) - Komisi VII DPR RI menekankan pentingnya pengawalan menyeluruh industri tekstil nasional, mulai dari ketersediaan bahan baku, penyediaan SDM unggul, hingga pengelolaan limbah, guna mendorong terciptanya ekonomi yang berkelanjutan lewat industri hijau.
Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, dalam kunjungan kerja spesifik ke Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT) Bandung, Senin, menyebutkan industri tekstil memiliki potensi besar sebagai penyumbang pendapatan negara, namun tantangan besar masih dihadapi, mulai dari ketergantungan pada impor bahan baku hingga rendahnya penerapan prinsip industri hijau di dalam negeri.
Menurut Novita, salah satu yang perlu perhatian adalah persoalan ketergantungan bahan baku tekstil dari luar negeri. Di mana berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, Indonesia masih mengimpor produk tekstil dari Tiongkok sebesar 2,19 ton atau setara dengan 8,94 miliar dolar AS.
"Masalah tekstil ini harus dikawal dari hulu sampai hilir. Bukan hanya peningkatan anggaran pendidikan vokasi seperti STTT, persoalan bahan baku harus jadi perhatian. Kalau kita diam dan terus bergerak lambat, industri dalam negeri akan semakin terjepit oleh tekanan barang impor. Kita harus tegas, jangan sampai industri dalam negeri terus berguguran," kata Novita.
Selain itu, lanjut Novita, industri hijau harus digalakkan guna memberikan kepastian keberlanjutan pada industri tekstil, salah satu caranya, dengan peningkatan investasi dari pemerintah kabupaten/kota, provinsi dan pusat untuk pengolahan limbah.
"Hadirnya pengelolaan limbah, penting demi lahirnya industri hijau yang berkualitas di Indonesia," ujar dia.
Ia mengungkapkan, hingga saat ini, penerapan industri hijau di sektor tekstil masih terbatas, di mana hanya sekitar 35 persen perusahaan yang telah menerapkan prinsip tersebut.
"Pengelolaan limbah ini belum menjadi perhatian serius, bahkan di tingkat industri rumah tangga. Karena itu, kepala daerah harus berani berinvestasi dalam sistem pengolahan limbah tekstil agar tidak menjadi bom waktu," tambah Novita.
Novita juga mengingatkan bahwa lambatnya transisi menuju industri hijau akan memperburuk kondisi sektor manufaktur nasional, terutama di tengah tekanan krisis energi global.
"Dengan Industri hijau kita masih rendah, hanya 35 persen. Kita butuh percepatan. Sertifikasi hijau harus dibuka lebih luas, dan investasi pada teknologi pengolahan limbah harus segera disiapkan. Ini butuh dukungan penuh dari pemerintah," tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DPR: Kawal menyeluruh industri tekstil untuk ekonomi hijau