Cirebon (ANTARA) - BPJS Ketenagakerjaan terus menggencarkan upaya untuk menyasar kelompok nelayan di daerah, termasuk di Cirebon, Jawa Barat, sebagai peserta aktif program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), menyusul tingginya risiko kerja di sektor tersebut.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Pramudya Iriawan Buntoro di Cirebon, Kamis, mengatakan nelayan merupakan salah satu pekerja informal yang rentan mengalami kecelakaan saat melaut, namun belum banyak yang terlindungi secara jaminan sosial.
“Nelayan ini berisiko tinggi saat mencari nafkah di laut. Jika terjadi kecelakaan atau musibah, keluarga mereka bisa jatuh miskin mendadak tanpa perlindungan,” katanya.
Ia menuturkan iuran program jaminan sosial sangat terjangkau bagi nelayan, yakni hanya Rp16.800 per bulan yang mencakup Rp10.000 untuk JKK dan Rp6.800 JKM.
BPJS Ketenagakerjaan telah menyiapkan berbagai mekanisme agar nelayan bisa menjadi peserta aktif, baik melalui iuran mandiri, bantuan pemerintah daerah, hingga pemotongan dari hasil tangkapan ikan.
“Di beberapa wilayah, hasil tangkapan nelayan disisihkan untuk membayar iuran. Ini langkah konkret yang bisa ditiru di daerah lain,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, kelompok pekerja rentan seperti nelayan juga bisa didaftarkan melalui bantuan iuran pemerintah jika termasuk dalam kategori miskin ekstrem berdasarkan data desil satu hingga empat.
“Pak Bupati Cirebon pun tadi menyatakan siap mendukung perlindungan sosial bagi nelayan di wilayahnya,” ujarnya.
Pramudya menuturkan BPJS Ketenagakerjaan telah menggandeng perusahaan peserta aktif agar menyisihkan dana Corporate Social Responsibility (CSR), untuk membiayai iuran jaminan sosial bagi pekerja informal di lingkungan sekitar mereka.
Menurutnya, perlindungan sosial berbasis gotong royong menjadi bagian penting dalam mencegah munculnya kemiskinan baru akibat risiko kerja.
Ia mengemukakan sampai 30 Juni 2025, terdapat 8,9 juta pekerja sektor informal yang telah terdaftar sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan.
“Dari jumlah itu, sekitar 2 juta di antaranya mendapat subsidi iuran dari pemerintah maupun swasta,” katanya.
Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan juga mencatat sebanyak 640 ribu Pekerja Migran Indonesia (PMI) telah tercakup dalam program perlindungan jaminan sosial, yang sebagian besar melalui skema mandiri.
Pramudya mengungkapkan salah satu manfaat program dirasakan oleh keluarga PMI di Kabupaten Cirebon, yang istrinya memanfaatkan santunan jaminan kematian untuk membuka usaha kecil.
“Dari situ, keluarga bisa bangkit dan mandiri. Harapannya, perlindungan ini tidak hanya mencegah kemiskinan, tapi juga mendorong kemandirian ekonomi,” ucap dia.*