Jakarta (ANTARA) - Harga Bitcoin kembali mengalami lonjakan hingga menyentuh 105.000 dolar AS atau sekitar Rp1,7 miliar didorong oleh sentimen positif seperti meningkatnya permintaan dari institusi besar, meredanya ketegangan politik global, serta penurunan inflasi AS.
CEO Indodax Oscar Darmawan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, mengungkapkan bahwa penurunan inflasi di AS memberikan dampak positif bagi pasar kripto.
"Dengan inflasi yang lebih rendah, investor merasa lebih yakin bahwa kebijakan suku bunga tinggi dari The Fed akan segera berakhir," katanya.
Hal itu membuka peluang bagi dana yang sebelumnya tidak bergerak untuk masuk ke aset-aset berisiko, termasuk Bitcoin.
Dia menambahkan meningkatnya pembelian Bitcoin oleh institusi besar mencerminkan kepercayaan yang semakin besar terhadap Bitcoin sebagai alat lindung nilai dan aset investasi jangka panjang.
"Ini adalah sinyal positif untuk pasar kripto secara keseluruhan, termasuk di Indonesia. Semakin banyak institusi yang terlibat, semakin stabil Bitcoin dan semakin luas adopsinya di kalangan pelaku pasar tradisional," ujarnya.
Menurut dia kenaikan harga Bitcoin hingga mencapai 105.000 dolar AS menunjukkan semakin kuatnya pondasi pasar, dengan banyaknya permintaan dari institusi besar yang melihat Bitcoin sebagai alat untuk diversifikasi portofolio dan melindungi nilai.
Faktor lain yang mendukung kenaikan harga Bitcoin adalah meredanya ketegangan perdagangan global, terutama setelah tercapainya kesepakatan tarif antara AS dan Tiongkok sehingga mengurangi kekhawatiran pasar terhadap kemungkinan perlambatan ekonomi global.
Selain itu regulasi yang semakin jelas dan mendukung kripto di berbagai negara memberi rasa aman bagi para pelaku pasar.
"Di Indonesia, OJK terus mendorong regulasi yang lebih baik untuk menjaga pasar kripto tetap sehat dan terawasi," ujarnya.