Bandung (ANTARA) - Muhammad Agung Saputra, Alumnus Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB dinobatkan sebagai satu-satunya perwakilan Indonesia yang memenangkan APEC Bio-Circular-Green 2024 International Award on Youth Category di Lima, Peru, pada November 2024 lalu.
Agung dinobatkan dalam upayanya mengatasi pemborosan makanan atau food waste melalui aplikasi “Surplus Indonesia”. Surplus Indonesia merupakan aplikasi penyelamat makanan (food rescue) yang didirikan pada tahun 2020. Aplikasi ini memungkinkan orang yang memiliki stok makanan berlebih seperti para pengusaha makanan, hotel, serta pertanian lokal untuk menjual makanan berlebih mereka dengan harga diskon 50 persen tanpa syarat.
Terdapat dua hal utama latar belakang hadirnya Surplus. Yang pertama adalah, Ia yang dibesarkan di Papua sejak kecil melihat kesenjangan yang tinggi ketika bersekolah di Cikarang dan kuliah di ITB. “Saya melihat kesenjangan yang sangat tinggi antara tempat saya kecil di Papua, dengan SMA saya di Cikarang. Maka dari itu, saya tidak ingin, kita yang berdomisili di kota-kota besar mengalami hal yang sama (kesenjangan pangan) seperti yang dialami di Papua,” tutur Agung, ketika menyampaikan kuliah tamu di SITH ITB pada Kamis (5/12/24).
Hal lain yang menginspirasi, adalah ketika Agung berkuliah di program S-2 di Imperial College Britania Raya, ia tergerak karena saat sedang mengkaji pelajaran di kelas, permasalahan lingkungan di Indonesia sering menjadi studi kasus contoh lingkungan yang kurang baik di dunia.
“Permasalahan lingkungan Indonesia sering menjadi sorotan dan study case di dunia, kita yang berasal dari Indonesia seringkali malu ketika permasalahan kita disorot dunia luar” ujarnya.
Uniknya, stelah lulus S-2 ia ditawarkan pekerjaan sebagai konsultan lingkungan di London Inggris, namun ia menolaknya. Ia memilih untuk kembali ke Indonesia dengan harapan dapat membenahi lingkungan Indonesia. Berbagai cibiran sempat Agung dapatkan karena melewatkan kesempatan berkarir di luar negeri dan memilih kembali ke Indonesia yang pada saat itu Agung belum memiliki pekerjaan di Indonesia.
Setelah kembali ke Indonesia, agung membentuk komunitas kecil (cikal bakal Surplus) yang hadir saat pandemi karena banyaknya makanan yang terbuang. “Kami hadir agar makanan-makanan itu tidak terbuang sia-sia dan dijual flash sale dan affordable sehingga tidak berakhir di TPA” ungkapnya.