Jakarta (ANTARA) - Siang itu, kaki saya cukup ringan melangkah menerjang panasnya Jakarta, menuju lantai 4 Gedung Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Saya langsung menuju Ruang Pameran tempat digelarnya acara Peringatan 100 Tahun A.A. Navis yang digagas oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa atau Badan Bahasa, Kemendikbud.
Sebuah foto hitam putih besar menyambut kedatangan setiap pengunjung memasuki ruang pameran. Foto yang terletak di pojok kiri ruangan itu membuat saya bergidik, jantung mendadak berdegup lebih kencang, bahkan air mata tiba-tiba merebak, menggenang di pelupuk mata.
Foto itu begitu kuat berbicara kepada saya. Ekspresi tokoh dalam foto sebesar poster tanpa bingkai itu, seolah menyambut dengan beragam rasa. Saya tak bisa menggambarkannya, selain hanya menatap dan membayangkan masa kecil yang saya habiskan bersama sosok di dalam foto itu.
Ya, itu foto ayah saya Ali Akbar Navis atau A.A. Navis yang biasa saya panggil Papi.
Cukup lama saya berdiam di depan foto itu, melupakan suara-suara yang bersumber dari forum dialog yang digelar serangkaian dengan pameran. Bahkan melupakan orang-orang di sebelah saya yang juga sedang menikmati suasana pameran.
Tak ingin air mata ini tumpah, saya pun bergerak ke kanan. Meninggalkan foto hitam putih besar itu dan membaca tulisan-tulisan serta angka-angka yang tertera dalam dinding sepanjang lebih kurang 3 meter.
Spektrum - Dinding pameran 100 Tahun A.A. Navis menghadirkan senyum dan airmata
Oleh Rinto A Navis *) Selasa, 26 November 2024 9:50 WIB