"Jadi saya pikir hal yang sangat penting bahwa ini terus berlanjut. Karena dari segi sosial itu tidak ada cara cepat untuk membuat masyarakat berubah -dalam pengelolaan sampah-. Karena sampah ini adalah isu yang sangat personal, tiap individu juga pasti mengalami," kata Paris Hadfield.
Senada, Dekan FISIP UI Prof Dr Semiarto Aji Purwanto menyampaikan projek ini adalah jangka panjang dengan fokus bukan hanya pada kebersihan sungai, tetapi juga pada kebiasaan warga dalam menjaga kebersihan sungai, seperti proses pembuangan sampah.
Dia menyebut salah satu kontributor yang cukup berdampak pada degradasi sungai, adalah para pemukim liar di sekitar sungai, di mana untuk memperluas wilayah, mereka berupaya menimbun sungai dan sampah.
Ia menyampaikan, salah satu upaya yang paling mudah untuk dilakukan adalah penggusuran sehingga ada kesempatan untuk memperbaiki sungai. Namun, hal tersebut tidak mudah, sebab para pemukim merupakan orang yang menghidupkan kota.
"Jadi, kami mengusulkan high rise building flat. Sekali lagi, tidak gampang ya mengajak mereka yang tinggal di wilayah tersebut pindah ke rumah susun. Tetapi melalui ilmu-ilmu sosial kami coba masuk dari sisi itu," kata Aji.
Dengan melibatkan berbagai universitas di dalam maupun luar negeri seperti Monash University, projek ini diharapkan dapat menyasar ke berbagai fokus permasalahan seperti sistem pengolahan sampah, desain revitalisasi oxbow, sistem pengolahan air limbah.
"Kami melakukan komparasi dengan Sungai Yarra di Melbourne yang membutuhkan waktu 70 tahunan untuk membersihkan sungai. Lalu dengan Sungai Citarum kami punya workplan sekitar 30-40 tahun dari tahun 2023," ujar Aji.
Aji juga mengungkapkan bahwa CARP memerlukan dukungan dari pemerintah di semua tingkatan dan semua sektor, agar model yang dikembangkan dapat diperluas dan berlaku secara nasional.
CARP sendiri melaksanakan kegiatan diskusi, film, dan pameran dengan tajuk 'Menuju Kebijakan Berbasis Bukti untuk Revitalisasi Sungai' pada Rabu (13/11) di Kantor Satgas Citarum Kota Bandung.
Dalam diskusi diungkapkan bahwa berdasarkan data BPS 2023, hanya sembilan sungai di Indonesia yang memenuhi kualitas baku mutu pada tahun sebelumnya. Ini berarti baru 8,2 persen sungai yang memenuhi baku mutu dari 110 sungai yang diidentifikasi.
Bila data 2014 dibandingkan dengan data 2021, maka ada penambahan 1.897 (21 persen) desa yang terkategori mengalami pencemaran air dari 8.786 desa jadi 10.683 desa. Penambahan 198 (15 persen) desa yang terkena pencemaran tanah dari 1.301 desa jadi 1.499 desa.
Namun ada pengurangan 6.354 (52 persen) desa yang terkena pencemaran udara dari 11.998 desa, jadi 5.644 desa. Pada tahun 2023, jumlah desa tertinggal di Indonesia mencapai 9.238 (22 persen) desa dari total 83.971 desa, per tahun 2023.
Baca juga: BPBD Karawang menemukan tanggul Citarum retak dan berpotensi jebol
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: CARP harap laboratorium hidup Citarum bisa diaplikasikan sepanjang DAS
CARP berharap laboratorium hidup Citarum bisa diaplikasikan sepanjang DAS
Kamis, 14 November 2024 15:38 WIB