Ekonomi sirkuler
Indigofera bukan hanya bermanfaat untuk menyuburkan tanah. Namun tanaman yang diperkenalkan di Indonesia pada abad ke-19 oleh pemerintah kolonial Belanda ini daunnya memiliki nutrisi tinggi untuk pakan ternak.
Sementara dahan dan rantingnya merupakan bahan baku potensial untuk produksi bioenergi.
Beragam manfaat tanaman inilah yang menjadikannya sebuah win-win solution bagi sektor energi maupun pertanian.
Para petani di desa ini mendapat dukungan penuh dari PT PLN Energi Primer Indonesia dan pemerintah daerah yang membantu petani dengan menyediakan 100 bibit tanaman Indigofera dan 250 ekor domba.
"Kalau manfaat yang dirasakan pertama dari daun kita bisa untuk kasih makan ternak dari rantingnya juga kita bisa jual ke PLN untuk salah satu penunjang bahan biomassa pengganti batu bara," kata Aris.
Produksi biomassa ini dimanfaatkan oleh PLN untuk memenuhi kebutuhan implementasi teknologi pencampuran bahan bakar (cofiring) di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), sebagai upaya mengurangi emisi karbon dan mempercepat transisi energi.
Indigofera membutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk mencapai kematangan penuh sebelum bisa ditebang untuk biomassa, sehingga petani memanfaatkan waktu tersebut dengan menanam jahe sebagai hasil tumpang sari jangka pendek.
Berbeda dengan cabai yang membutuhkan perawatan intensif, jahe dinilai lebih tahan terhadap kondisi cuaca dan bisa dipanen dalam waktu tujuh hingga delapan bulan.
Dengan sistem tumpang sari ini, Aris dan kelompok taninya bisa memperoleh pendapatan lebih cepat tanpa menunggu Indigofera sepenuhnya siap.
Para petani itu juga berharap pemerintah daerah dan perusahaan pemasok energi tersebut dapat menyiapkan alat produksi biomassa sehingga ranting indigofera bisa diolah langsung di desa, membuatnya lebih efisien dalam proses distribusi dan menjamin keberlanjutan rantai ekonomi lokal.
Spektrum - Mengubah lahan kritis menjadi ekosistem biomassa di Bojongkapol
Oleh Rubby Jovan Primananda Kamis, 31 Oktober 2024 12:24 WIB