Antarajabar.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri kembali memasukkan syarat kewajiban berbahasa Indonesia untuk tenaga kerja asing.
"Permenaker No. 12/2003 itu direvisi dengan Permenaker No. 16/2015 yang menghilangkan wajib berbahasa Indonesia padahal syarat tersebut untuk mencegah agar tenaga kerja asing tidak masuk begitu deras ke Indonesia," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Iqbal mengatakan , penghilangan syarat wajib berbahasa Indonesia kepada tenaga kerja asing yang tidak berkeahlian bisa mengancam pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh lokal.
KSPI memprediksi, rupiah yang melemah membuat hampir 100 ribu buruh terancam kena PHK jika tenaga kerja asing terus berdatangan ke Indonesia, terutama Masyarakat Ekonomi Asean dibuka.
Dampak buruk PHK adalah daya beli dan tingkat konsumsi tenaga kerja lokal semakin lesu.
"Pemerintah harus menjaga tingkat konsumsi masyarakat dan buruh melalui kenaikan upah yang layak sehingga daya beli bisa meningkat," sambung Iqbal.
Menurut dia, upah layak dinaikkan sekitar 22 persen sehingga masyarakat dan buruh dapat mengejar daya beli terhadap harga bahan pokok yang sudah melambung tinggi.
Buruh juga menuntut pemerintah untuk tidak perlu ragu mengulang kebijakan sebelumnya, yakni pemberian bantuan langsung tunai (BLT) yang dapat meningkatkan daya konsumsi buruh.
Beberapa tuntutan ini termasuk 10 tuntutan buruh yang akan disuarakan 30 ribu sampai 48 ribu pada unjuk rasa di Istana Negara hari ini.