Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana mengatakan bahwa banyaknya calon tunggal pada Pilkada serentak 2024 karena kos atau biaya untuk menjadi kepala daerah tinggi dan bahkan tingkat kota/kabupaten sudah ada yang tembus hingga Rp1 triliun.
"Pada Pilkada tahun 2020 ada yang menghabiskan kos politik hingga Rp1 triliun, dan itu masih di tingkat kota/kabupaten," kata Aditya ketika menjadi narasumber pada diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, banyaknya calon tunggal pada Pilkada serentak 2024 memang sudah dapat diprediksi, apalagi sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas dari 20 persen menjadi 7,5 persen.
Aditiya mengatakan sebelum adanya putusan MK, diprediksi calon tunggal bisa mencapai 150 daerah, namun hal itu tidak terjadi dan ini menjadi sebuah keniscayaan bagi demokrasi Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa maraknya calon tunggal ini dikarenakan sejumlah faktor, namun yang paling utama adalah biaya politik tinggi, sehingga ketika ada calon petahana maka banyak yang tidak berani melawan.
"Pilihan kotak kosong lebih cenderung di daerah yang petahana kuat, dan dominan, sangat berpotensi, sehingga tidak ada lawan yang berani. Kenapa tidak berani, karena politik kos yang relatif tinggi," tuturnya.
Aditya yang merupakan Pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia mengatakan dengan kos yang tinggi itu membuat calon ragu untuk ikut bersaing dalam kontestasi politik lima tahunan.
"Jadi artinya ketika kos tinggi maka banyak calon ragu untuk mencalonkan diri, terutama menyangkut peluang yang belum tentu didapat, sehingga partai politik akan merapat ke calon yang mempunyai peluang menang besar. Hanya sebatas peluang menang atau tidak," ujarnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Algoritma: Banyaknya calon tunggal pilkada karena kos politik tinggi
Banyaknya calon tunggal pilkada karena biaya politik tinggi
Kamis, 5 September 2024 17:04 WIB