Kairo (ANTARA) - Gerakan perjuangan Palestina, Hamas, menyebut pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu berupaya mengulur-ulur implementasi kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza yang disepakati baru-baru ini, Kamis.
Hal tersebut disampaikan petinggi Hamas, Sami Abu Zuhri, merespons tuduhan kantor pejabat Netanyahu sebelumnya bahwa Hamas "mengingkari" poin-poin persetujuan yang telah disepakati dengan mediator dan berupaya mendapatkan konsesi-konsesi baru.
Atas tuduhan itu, Netanyahu menyatakan bahwa pihaknya tak akan menggelar rapat kabinet untuk menyepakati isi persetujuan gencatan senjata hingga pihak mediator memastikan Hamas menyetujui semua rincian kesepakatan itu.
"Pernyataan tersebut sama sekali tak berdasar dan menunjukkan upaya Israel memperlambat implementasi kesepakatan gencatan senjata," kata Abu Zuhri.
Pada Rabu (15/1), Hamas dan Israel, melalui mediasi Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, berhasil menyepakati gencatan senjata selama 42 hari dan menyatakan maksud untuk menghentikan pertempuran di Jalur Gaza.
Agresi Israel ke Jalur Gaza yang sudah terjadi selama lebih dari 15 bulan ini telah menewaskan lebih dari 46 ribu warga Palestina serta memicu ketegangan di Lebanon dan Yaman dan saling tembak rudal antara Israel dan Iran.
Menurut kesepakatan itu, tahap pertama gencatan senjata akan meliputi pertukaran sebagian tahanan, penarikan mundur pasukan Israel hingga titik-titik perbatasan Gaza, dan penyaluran bantuan kemanusiaan yang melimpah.
Sementara, tahap kedua dan ketiga gencatan senjata disebut masih belum ditetapkan.
Kesepakatan tersebut juga memberi mandat kepada negara penjamin gencatan senjata, yaitu Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, untuk mendirikan suatu pusat koordinasi di Kairo.
Inggris desak kabinet Israel
Menteri Luar Negeri Inggris pada Kamis mendesak kabinet Israel untuk menyetujui kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Gaza, dengan memperingatkan bahwa kini "bukan saatnya untuk mundur."
Dalam pernyataannya di hadapan House of Commons (DPR Britania Raya), David Lammy menegaskan pentingnya persetujuan akhir atas kesepakatan tersebut.
“Saat kabinet Israel bersidang, saya mendesak mereka untuk mendukung kesepakatan ini. Sekarang bukan waktunya untuk mundur. Kedua belah pihak harus melaksanakan setiap fase dari kesepakatan ini secara penuh dan tepat waktu,” ujarnya kepada para anggota parlemen.
Rapat kabinet Israel yang dijadwalkan pada Kamis untuk meratifikasi kesepakatan gencatan senjata Gaza ditunda, karena pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu menghadapi penolakan dari sekutu-sekutunya yang berasal dari sayap kanan ekstrem.
Dengan menyinggung situasi kritis di Jalur Gaza setelah 15 bulan serangan Israel, Menteri Luar Negeri Inggris itu menyatakan bahwa warga Gaza telah "benar-benar terperangkap dalam neraka di bumi."
Seraya mengatakan bahwa sejarah konflik itu "penuh dengan peluang yang terlewatkan," Lammy menilai akan menjadi "tragedi" jika kesempatan yang ada saat ini disia-siakan.
“Kita harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, bukan hanya untuk gencatan senjata tetapi juga untuk perdamaian yang abadi,” tambahnya.
“Setiap sandera harus dibebaskan sebagaimana diatur dalam kesepakatan. Setiap bantuan yang dijanjikan untuk Gaza harus sampai kepada mereka yang membutuhkan,” ujar Lammy.
Menlu Inggris itu juga menyebutkan bahwa dirinya mengutus perwakilan urusan kemanusiaan ke wilayah tersebut untuk bekerja sama dengan lembaga bantuan, pemerintah Israel, dan mitra lainnya dalam mewujudkan janji-janji tersebut.
Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, mengumumkan pada Rabu (15/1) malam bahwa para mediator telah mencapai kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Israel telah menewaskan lebih dari 46.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak di Gaza sejak serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan 1.200 warga Israel dan menyandera 250 lainnya.
Serangan militer itu juga memicu bencana kemanusiaan di wilayah yang diblokade tersebut.
Sesuai kesepakatan, gencatan senjata selama enam pekan akan berlaku mulai Minggu (19/1).
Dalam fase pertama, Hamas akan membebaskan 33 dari sekitar 98 sandera yang masih tersisa, sementara militer Israel akan mundur dari daerah berpenduduk di Jalur Gaza dan membebaskan ratusan tahanan Palestina.
Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkannya di wilayah tersebut.
Sumber: Sputnik/Anadolu
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hamas tuduh Netanyahu coba mengulur implementasi gencatan senjata