Jakarta (ANTARA) - Nyukeruk catur, ngaguar carita buhun
(Menapaki kisah, membuka cerita lama)
Nu diteunden urang sampeur
(Kita jemput yang telah ditaruh)
Nu ditunda urang ala
(Kita angkat yang telah disimpan)
Masing rambay caritana
(Hingga terurai ceritanya)
Hejo lembok caritana
(Kisahnya tampak hijau berseri)
Ahung
(Ahung)
Petikan syair berbahasa Sunda dilantunkan oleh seorang laki-laki dengan diiringi alat musik kecapi. Syair yang dilantunkan tersebut merupakan bagian dari naskah kuno Sunda yang berjudul "Rajah Buhun". Rajah pada dasarnya permohonan izin kepada Tuhan, leluhur, maupun makhluk gaib lainnya agar mendapatkan keselamatan dan keberkahan bagi yang punya hajat.
Pertunjukan tersebut ditampilkan dalam kegiatan penyerahan 536 naskah kuno Sunda yang merupakan koleksi dari Yayasan Ngariksa Budaya Indonesia kepada Perpustakaan Nasional (Perpusnas) di Jakarta pada pekan ini. Tak hanya Rajah Buhun, sejumlah naskah kuno dengan aksara pegon, Hanacaraka Sunda maupun bahasa Jawa.
Naskah itu, antara lain, "Kean Santang" dengan aksara pegon atau Arab dengan bahasa Sunda, yang bercerita tentang anak Prabu Siliwangi yang bernama Gagak Lumayung atau Kian Santang. Cerita berpusat pada kehebatan tokoh Kian Santang dan pengembaraannya mencari ilmu sampai bertemu Baginda Ali.
Naskah kuno tersebut merupakan koleksi menak asal Sumedang yakni R Haris Sukanda Natasasmita dan Viviane Sukanda-Tessier yang dihimpun pada 1970 hingga 1980-an. Viviane yang meninggal pada 2014 merupakan sosok penting dalam pernaskahan Sunda. Ketertarikan Viviane pada naskah bermula dari kunjungan pertamanya ke Indonesia yang meneliti tentang masyarakat matrilineal di Sumatera.
Bersama suaminya, R Haris Sukanda Natasasmita, Viviane melakukan penelusuran dan perolehan naskah kuno hingga terkumpullah lebih dari 1.000 naskah. Pada 2015, Haris menghubungi peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk dititipkan, dirawat, dialihmediakan, dan dimanfaatkan untuk aktivitas penelitian.
“Naskah-naskah kuno ini menggambarkan alam pemikiran masyarakat Sunda pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20,” kata peneliti naskah kuno, Oman.
Naskah-naskah tersebut berisi tentang sastra, teks keagamaan, maupun doa-doa pada Sang Pencipta. Naskah-naskah kuno tersebut kemudian didigitalisasikan oleh Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA) dan diserahkan kepada Perpusnas.