Oman yang juga Principal Investigator DREAMSEA mengatakan penyerahan naskah kuno ini memiliki makna dalam bagi bangsa Indonesia. Selama ini, masyarakat Indonesia dikenal dengan tradisi lisannya, padahal Indonesia sudah mengenal tradisi tulis sejak lama.
“Bahkan sejak abad ke-14, bahkan sebelumnya, tradisi tulis kita sudah aksara Palawa. Bahkan pra-Islam, kita mengenal adanya Nagarakertagama,” jelas Oman.
Dapat disimpulkan bahwa bangsa Indonesia sudah memiliki tingkat literasi yang baik, karena memiliki tradisi lisan dan tulisan yang saling melengkapi. Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa bebas buta huruf ketika bisa baca koran, padahal literasi tidak pada aksara latin saja.
Namun, yang menjadi masalah adalah bagaimana merawat fisik naskah kuno tersebut agar tak lekang oleh zaman. Oleh karenanya perlu upaya digitalisasi agar naskah kuno tersebut dapat diakses masyarakat secara luas.
Persoalan lainnya, menurut Oman, bagaimana menerjemahkannya, agar masyarakat awam mengerti isi naskah kuno tersebut. Hal ini bisa menjadi tugas dari peneliti ke depannya.
Koleksi naskah Sunda
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Perpusnas Prof E. Aminudin Aziz, mengatakan akuisisi naskah menambah koleksi naskah kuno Sunda yang dimiliki Perpusnas sehingga totalnya menjadi 1.003 naskah. Serah-terima naskah berupa fisik manuskrip sekaligus data digital dan metadata.
Perpusnas merupakan institusi yang mengoleksi manuskrip Sunda terbanyak di dunia, mengalahkan Perpustakaan Universitas Leiden di Belanda yang menyimpan 785 naskah sejenis. Penyerahan itu bukan sekadar penambahan koleksi, melainkan juga memiliki makna strategis dalam pengarusutamaan naskah Nusantara.
Pengarusutamaan naskah Nusantara adalah program yang digagas Perpusnas untuk dimulai implementasinya pada tahun 2024 . Proses pengumpulan dan penataan naskah telah menjadi prioritas utama, meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar.
Tantangan utamanya adalah minimnya publikasi serta keterbatasan sumber daya manusia dan biaya yang diperlukan untuk preservasi naskah. Masalah ini disebut menjadi kendala utama. Naskah-naskah yang sudah rusak harus melalui proses konservasi terlebih dahulu, yang memakan waktu dan biaya cukup besar, sementara tenaga terbatas.