Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (P2APBD) Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2023, akhirnya rampung dan ditandatangani oleh DPRD dan Pemerintah Provinsi Jabar menjadi Perda di Rapat Paripurna, Jumat ini.
Penjabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin selepas paripurna di Gedung DPRD Jabar, mengatakan bahwa berbagai catatan-catatan yang disampaikan oleh Badan Anggaran dan Fraksi-fraksi di DPRD Jabar menjadi catatan yang dipegang oleh lembaga eksekutif untuk pelaksanaan anggaran ke depannya.
Baca juga: DPRD: Penangkapan bandar judi daring lebih efektif dari pada blokir
Seperti, salah satunya terkait belum tercapainya pendapatan daerah dari target pendapatan APBD yang disepakati, yakni Rp35,62 triliun, namun sampai Desember 2023 hanya mampu terealisasi Rp34,77 triliun.
"Alhamdulillah diterima pertanggungjawaban APBD 2023. Tadi catatan-catatan, kami catat semua untuk dibenahi ke depannya. Intinya hampir sama dengan catatan kami. Semangatnya sama, untuk memajukan Jawa Barat," ujar Bey.
Di lokasi yang sama, anggota Badan Anggaran DPRD Jabar Daddy Rohanady menyampaikan, ada sejumlah catatan yang disimpulkan pihaknya terkait P2APBD 2023, di ntaranya pendapatan daerah, belanja dan pembiayaan.
Paling krusial sambung Daddy, adalah pendapatan karena volumenya turun, yang diakuinya mempengaruhi pada program yang telah direncanakan.
"Itu jadi catatan. Ketika 2023 tidak tercapai 100 persen di pendapatan, 2024 mendatang kami harap ada perbaikan, walau bila melihat situasi yang ada, besar kemungkinan 2024 akan mengalami nasib serupa 2023," ucapnya.
Karenanya, ia berharap ada langkah konkret yang dapat dilakukan supaya target pendapatan APBD Jabar tidak terus menerus turun. Terlebih pada 2025, rencananya akan diimplementasikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) terhadap APBD.
Menurut dia, bila UU HKPD diberlakukan, maka Jabar akan kehilangan pendapatan sekitar Rp6 triliun karena adanya perubahan porsi anggaran antara provinsi dan kabupaten/kota. Di mana perhitungan sebelumnya ada 70 persen untuk provinsi dan 30 persen bagi kabupaten/kota, di UU HKPD diubah 40 persen untuk provinsi dan 60 persen ke kabupaten/kota.
"Di situ jadi masalah, ketika diberlakukan. Dalam bahasa saya, akan mengalami turbulensi jilid 2. Kalau APBD turun Rp6 triliun, saya bisa pastikan makin banyak program yang tidak terbiayai," tuturnya.
Maka dari itu, masalah tersebut juga, lanjut Daddy, harus segera dicarikan formulasinya untuk segera ditangani, terutamanya untuk rezim pemerintahan Jabar yang baru.
"Harus kita coba selesaikan. Ini jadi catatan untuk siapapun gubernur berikutnya. DPRD berikutnya," ucapnya menambahkan.
Penjabat (Pj) Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin selepas paripurna di Gedung DPRD Jabar, mengatakan bahwa berbagai catatan-catatan yang disampaikan oleh Badan Anggaran dan Fraksi-fraksi di DPRD Jabar menjadi catatan yang dipegang oleh lembaga eksekutif untuk pelaksanaan anggaran ke depannya.
Baca juga: DPRD: Penangkapan bandar judi daring lebih efektif dari pada blokir
Seperti, salah satunya terkait belum tercapainya pendapatan daerah dari target pendapatan APBD yang disepakati, yakni Rp35,62 triliun, namun sampai Desember 2023 hanya mampu terealisasi Rp34,77 triliun.
"Alhamdulillah diterima pertanggungjawaban APBD 2023. Tadi catatan-catatan, kami catat semua untuk dibenahi ke depannya. Intinya hampir sama dengan catatan kami. Semangatnya sama, untuk memajukan Jawa Barat," ujar Bey.
Di lokasi yang sama, anggota Badan Anggaran DPRD Jabar Daddy Rohanady menyampaikan, ada sejumlah catatan yang disimpulkan pihaknya terkait P2APBD 2023, di ntaranya pendapatan daerah, belanja dan pembiayaan.
Paling krusial sambung Daddy, adalah pendapatan karena volumenya turun, yang diakuinya mempengaruhi pada program yang telah direncanakan.
"Itu jadi catatan. Ketika 2023 tidak tercapai 100 persen di pendapatan, 2024 mendatang kami harap ada perbaikan, walau bila melihat situasi yang ada, besar kemungkinan 2024 akan mengalami nasib serupa 2023," ucapnya.
Karenanya, ia berharap ada langkah konkret yang dapat dilakukan supaya target pendapatan APBD Jabar tidak terus menerus turun. Terlebih pada 2025, rencananya akan diimplementasikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) terhadap APBD.
Menurut dia, bila UU HKPD diberlakukan, maka Jabar akan kehilangan pendapatan sekitar Rp6 triliun karena adanya perubahan porsi anggaran antara provinsi dan kabupaten/kota. Di mana perhitungan sebelumnya ada 70 persen untuk provinsi dan 30 persen bagi kabupaten/kota, di UU HKPD diubah 40 persen untuk provinsi dan 60 persen ke kabupaten/kota.
"Di situ jadi masalah, ketika diberlakukan. Dalam bahasa saya, akan mengalami turbulensi jilid 2. Kalau APBD turun Rp6 triliun, saya bisa pastikan makin banyak program yang tidak terbiayai," tuturnya.
Maka dari itu, masalah tersebut juga, lanjut Daddy, harus segera dicarikan formulasinya untuk segera ditangani, terutamanya untuk rezim pemerintahan Jabar yang baru.
"Harus kita coba selesaikan. Ini jadi catatan untuk siapapun gubernur berikutnya. DPRD berikutnya," ucapnya menambahkan.
Baca juga: DPRD Jabar ingatkan ASN yang maju pilkada wajib mundur dari jabatannya
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DPRD Jabar sahkan Perda P2APBD 2023