Saat kolam penuh air, pompa ini bekerja tanpa henti untuk mengalirkan air ke sungai sehingga dapat mencegah genangan air di jalan dan permukiman warga.
Pompa ini dilengkapi dengan sistem kontrol canggih. Pompa ini dapat bekerja secara ideal di kala hujan deras tiba, yakni air kolam dapat terkontrol dengan baik dan tidak sampai meluap.
“Kalau tadinya banjir di Gedebage selama 5 jam belum surut, setelah ada pompa, kalau hujan cukup deras, 2 jam bisa langsung surut,' kata Risky.
Menurut Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Bandung, kehadiran kolam retensi memberikan pengaruh signifikan terhadap volume genangan banjir yang tersisa di Kota Kembang.
Sembilan tahun lalu, tepatnya pada 2015, volume genangan banjir di Kota Bandung mencapai 99.336 meter kubik dan telah menyusut 62.719 meter kubik setelah dibangun 13 kolam retensi di berbagai wilayah hingga tahun 2024.
“Jadi pembangunan kolam retensi masih perlu dilakukan lagi karena berdasarkan kajian pada tahun 2023 masih volume genangan air di Kota Bandung masih tersisa sekitar 36.000 meter kubik yang belum tertampung,” kata Kepala Seksi Pengendalian Daya Rusak Air Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga Kota Bandung, Yudi Gumelar.
Penanganan kolam retensi di Kota Bandung terbagi dalam 12 sub-daerah aliran sungai (DAS), yakni kawasan Cigondewah, Cianting, Cibereum, Cicahiyang, Cipariuk, Curugdogrog, Citepus, Cikapundung, Cicadas, Cidurian, Cipamokolan, dan Cinambo.
Dari ke-12 sub DAS tersebut volume genangan di empat sub DAS telah dinyatakan menyusut sehingga saat ini DSABM Kota Bandung berfokus pada sisa volume genangan banjir di delapan sub DAS tersisa dengan volume genangan yang tersisa sebesar 36.000 meter kubik.
“Saat ini tersisa delapan sub DAS--jika diatasi semua dengan kolam retensi--dibutuhkan kolam seluas 9.154 meter persegi,” kata dia.
Selain menyusutnya volume genangan air pada 12 sub DAS, pembangunan kolam retensi juga memberikan dampak penyusutan terhadap titik banjir di Kota Bandung.