Properti di kaki Gunung Ciremai tersebut, kemudian direnovasi oleh pengusaha itu menjadi lebih megah dengan luas mencapai 1.052 meter persegi dan memiliki delapan kamar tidur.
Pada 1935, gedung tersebut dikontrak oleh rekan JJ van Os, yakni Heiker untuk dijadikan wisma yang bernama Hotel Restroond. Tujuh tahun berselang, bangunan itu kemudian diambil alih Jepang dan diganti nama menjadi Hotel Hokai Ryokai.
Pejuang Indonesia akhirnya dapat merebut gedung ini pada 1943, yang selanjutnya difungsikan sebagai markas, sekaligus menjadi dapur umum.
Setelah tahun 1945, nama Gedung Linggarjati berubah lagi menjadi Hotel Merdeka karena berganti kepemilikan, dan bertahan terus sampai tahun 1946.
Perjanjian Linggarjati
Di sepanjang lorong yang menghubungkan berbagai ruangan di Gedung Linggarjati, pengunjung dapat merefleksikan perjuangan dari mendiang Sutan Syahrir dan rekan-rekannya dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia di hadapan perwakilan Belanda.
Selain itu di bagian barat gedung, pengunjung pun bisa menemukan ruangan yang pernah dipakai oleh Presiden Soekarno untuk bertemu dengan Lord Killearn, seorang utusan asal Inggris, sebelum berlangsungnya Perundingan Linggarjati pada 10-13 November 1946.
Dosen Jurusan ilmu Sejarah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon Tendi menjelaskan Perundingan Linggarjati menjadi tonggak awal dalam pengakuan kedaulatan Indonesia secara internasional, meskipun hasilnya, kala itu tidak sepenuhnya memuaskan.
Sebelumnya, Indonesia dan Belanda telah berkali-kali menjalin negosiasi, tetapi tidak pernah menghasilkan kesepakatan.
Meskipun demikian, upaya untuk mencapai kesepakatan dengan Belanda terus berlanjut, dan Gedung Linggarjati terpilih sebagai tempat yang paling netral untuk memfasilitasi perundingan tersebut.
Keputusan untuk menggunakan Linggarjati sebagai tempat perundingan bukanlah kebetulan. Usulan tersebut berasal dari Maria Ulfah Santoso, tokoh berpengaruh dan merupakan anak dari R Mohamad Ahmad (Bupati Kuningan periode 1921-1940).
Spektrum - Gedung Linggarjati, tempat bersejarah yang mengubah nasib bangsa
Oleh Fathnur Rohman Kamis, 25 April 2024 17:36 WIB