Hal ini yang membuat sang arsitek dari Negeri Kincir Angin tersebut harus melakukan restorasi, perbaikan, hingga perluasan terhadap gedung ini.
Jejak listrik di Jabar
Menurut catatan arsip yang dimiliki oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, sejarah gedung ini dimulai pada tahun 1906, ketika perusahaan listrik milik swasta kala itu Bandungsche Electriciteit Maatschappij (BEM) membangun sebuah pembangkit listrik di kawasan Dago untuk memasok energi bagi masyarakat kota.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) pertama kali dilakukan pada tahun 1906 dengan nama Waterkracht werk Pakar aan de Tjika Poendoeng nabij Dago (PLTA Dago Pakar) dengan sumber airnya berasal dari Sungai Cikapundung.
Hanya bertahan 14 tahun, Bandungsche Electriciteit Maatschappij (BEM) mengalami pergantian nama pada 1920 menjadi Gemeenschappelijk Electriciteitsbedrijf Bandoeng en Omstreken (GEBEO).
“Perusahaan BEM saat itu dinilai gagal karena dalam menyediakan pasokan listrik yang secara tidak maksimal. Oleh karena itu, kelahiran GEBEO di tahun 1920 dinilai sebagai solusi atas permasalahan yang ditinggalkan oleh BEM,” kata Analis Cagar Budaya dan Koleksi Museum Bidang Pengkajian Budaya Disbudpar Kota Bandung, Garbi Cipta Perdana saat ditemui di Bandung pada 20 Maret 2024.
Penggunaan nama Gemeenschappelijk pada perusahaan ini menunjukkan bahwa saat itu perusahaan tidak lagi mempunyai peranan milik swasta seutuhnya, melainkan sebagian sahamnya telah dimiliki oleh Pemerintah Hindia Belanda.