Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan rupiah naik di tengah melemahnya kinerja sektor manufaktur Amerika Serikat (AS).
"Dolar AS terdepresiasi terhadap mata uang global, didorong oleh data manufaktur PMI AS yang lebih lemah dari perkiraan," kata Josua saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
S&P Global US Manufacturing PMI AS turun menjadi 49,4, lebih rendah dari perkiraan 49,9, dan juga lebih rendah dari periode sebelumnya yang sebesar 50.
PMI manufaktur yang berada di bawah 50 mengindikasikan adanya fase kontraksi pada sektor manufaktur AS. Melemahnya kinerja sektor manufaktur AS mendorong menguatnya ekspektasi terhadap puncak Fed Funds Rate (FFR), sehingga mendorong depresiasi dolar AS.
Sementara itu, S&P Global US Service PMI naik menjadi 50,8 dari 50,6, lebih tinggi dari perkiraan pasar yang sebesar 50,3. Meskipun tercatat lebih kuat dari perkiraan, S&P global melaporkan bahwa lapangan kerja di sektor jasa menurun, yang merupakan penurunan pertama kalinya sejak 20 April.
Akibatnya, data PMI jasa hanya sedikit mempengaruhi sentimen. Secara keseluruhan, indeks dolar AS turun 0,50 persen menjadi 103,40.
Berbeda dengan pergerakan dolar AS, imbal hasil surat utang AS atau yield US Treasury (UST) naik sebesar 6 basis poin (bps) menjadi 4,47 persen, dipengaruhi oleh yield obligasi Jerman yang naik pasca pengumuman pemerintah Jerman yang mengatakan bahwa mereka akan menangguhkan peraturan batas pinjaman sehingga meningkatkan kekhawatiran akan pasokan obligasi yang lebih tinggi.
Sementara itu, kinerja sektor manufaktur Indonesia tumbuh positif pada kuartal III-2023 mendukung pertumbuhan ekonomi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rupiah naik di tengah melemahnya kinerja sektor manufaktur AS