Jakarta (ANTARA) -
“Krisis perubahan iklim yang saat ini kita alami bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab kita semua. Oleh karena itu, partisipasi BRI pada perdagangan karbon perdana merupakan bentuk komitmen serta kontribusi kami dalam menangkal dampak perubahan iklim tersebut," ujar Direktur Kepatuhan BRI A Solichin Lutfiyanto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ia menyebut perseroan telah memonitor emisi karbon perusahaan sejak 2020.
“Dalam pengelolaan emisi karbon, BRI mengadopsi global standard SBTi (Science-Based Target Initiatives), yaitu dengan mengimplementasikan inisiatif yang secara langsung dapat menurunkan emisi, seperti pengadaan kendaraan listrik, pemasangan solar panel, penggunaan teknologi lain yang rendah emisi, serta melakukan dukungan secara finansial dan non-finansial yang dibutuhkan nasabah sehingga transisi ekonomi dapat dilakukan,” ujar Solichin.
Solichin menjelaskan, selama ini perseroan telah melakukan pembiayaan berkelanjutan, di antaranya pembiayaan ke sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan sektor hijau.
"Untuk kredit sektor hijau, perseroan telah menyalurkan pembiayaan senilai Rp79,4 triliun pada kuartal II-2023," ujar Solichin.
Dari sisi pendanaan, perseroan telah menerbitkan Green Bond 2022 senilai Rp5 triliun, dan Sustainability Bond 2019 senilai 500 juta dolar AS.
Dari sisi operasional, perseroan telah melakukan transisi menggunakan kendaraan listrik, yang saat ini jumlahnya 97 mobil listrik, dan 90 motor listrik sebagai kendaraan operasional kantor per Agustus 2023.
Selain itu, perseroan memiliki Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Lingkungan Kantor Pusat BRI, serta sebanyak 31 unit kerja BRI menggunakan panel surya sebagai alternatif penggunaan listrik.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Alasan BRI beli unit karbon di Bursa Karbon, ingin jadi role model