Jumlah viewer itu penting, selain sebagai evaluasi, juga untuk menumbuhkan semangat atau motivasi kreator konten mengembangkan kreativitasnya lebih bagus dan menarik, dan tentu untuk mendapatkan cuan.
Hampir senada dengan Yedi, jurnalis TVRI Sumatera Barat, Redo Jayusman juga tidak merasa tersaingi oleh kemunculan banyak YouTuber atau influencer di medsos. Berbeda dengan konten medsos, karya jurnalistik memiliki standar.
“Karena proses pembuatan karya jurnalis atau berita itu kan berdasarkan etika jurnalis. Dan ditambah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan standar Program Siaran) untuk jurnalis tv,” ujar Redo.
Meski tidak merasa tersaingi, dia pun terus berupaya memantaskan diri menjadi jurnalis mumpuni dengan salah satunya mengikuti ujian kompetensi wartawan. Dengan uji kompetensi itu, ia ingin membuktikan memang dirinya lahir sebagai jurnalis yang telah diuji.
Redo mendorong agar para YouTuber atau influencer juga ikut dengan aturan etika jurnalistik dan P3SPS.
Meskipun mereka tidak berprofesi jurnalis, namun karyanya pasti melahirkan informasi untuk orang banyak.
Antara jurnalis dan YouTuber memang memiliki ranah berbeda, tetapi hasil akhirnya sama, yaitu berbagi informasi, dan keduanya memiliki konsekuensi.
Ketika karya jurnalis itu salah ada namanya hak jawab. Ketika YouTuber dan influencer salah, mereka bisa terjerat UU ITE.