Jakarta (ANTARA) - Pementasan teater “Ariyah dari Jembatan Ancol” yang diangkat dari legenda urban kini beralterasi dan dikemas dalam bentuk baru dengan konsep sisterhood atau solidaritas antar perempuan.
Pertunjukan yang diambil dari kisah “Si Manis Jembatan Ancol” itu masih sama, dengan mengisahkan seorang gadis bernama Ariyah yang mati karena ketidakadilan, namun, kini “Ariyah dari Jembatan Ancol” mengangkat sisi lain yang jauh dari sekedar hantu gentayangan jahat penyebab korban jiwa.
“Biasanya perempuan yang menjadi hantu selama ini di Indonesia semasa hidupnya tertindas, dilecehkan, menerima ketidakadilan, ketika dia mati dan menjadi hantu menuntut pembalasan namun dia malah dibingkai menjadi penjahatnya, sedangkan yang ingin kami munculkan adalah sebaliknya,” ujar Produser, Pradetya Novitri kepada ANTARA dijumpai pada pementasan perdana “Ariyah dari Jembatan Ancol” di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Rabu (26/7) malam.
"Ariyah dari Jembatan Ancol merupakan pertunjukan yang berbasis legenda urban dilandasi oleh gagasan solidaritas sesama perempuan. Teks dan pementasannya hilir mudik antara masa lalu dan masa kini, namun saling berkelindan membuat pertunjukan ini menjadi lebih dinamis dan intens," ujar Sutradara, Heliana Sinaga menambahkan.
Pertunjukan besutan rumah produksi seni teater Titimangsa itu juga menceritakan tentang bentuk hantu era saat ini yang tidak lagi berfokus pada wujud fisik, melainkan hantu yang muncul dari permasalahan sosial.
“Misalnya di Papua ternyata hantu itu berupa opresi dari pemodal, karena ini kisah legenda di Jakarta, ternyata hantunya itu adalah premanisme,” jelas Pradetya.
Pada pementasan perdana yang digelar Rabu (26/7) malam, penampilan dramatis berhasil dipertontonkan secara spektakuler, nyaris tanpa celah. Mulai dari permainan para aktor berlaga di atas panggung, pencahayaan, latar properti, hingga musik yang juga dibawakan secara langsung dengan aransemen orkestra.
Bertabur bintang, “Ariyah dari Jembatan Ancol” menampilkan sederet pelakon kondang Tanah Air, di antaranya Chelsea Islan, Mikha Tambayong, Ario Bayu, Gusty Pratama, Lucky Moniaga, Ririn Ekawati, dan masih banyak lagi.
Cerita Chelsea dan Mikha
Aktris Chelsea Islan dan Mikha Tambayong menceritakan kesulitannya berlaga pada pementasan seni teater “Ariyah dari Jembatan Ancol”, yang kisahnya diangkat dari legenda urban Jakarta “Si Manis Jembatan Ancol”.
Tentu banyak perbedaan besar untuk berlakon pada pementasan teater yang ditampilkan secara langsung di hadapan penonton, dibandingkan berakting di depan kamera, salah satunya tidak bisa mengulang ketika melakukan kesalahan, ujar Mikha.
“Perbedaanya tentunya dari segi gestur kita sudah pasti berbeda, ini kan kita enggak bisa ada take satu take dua atau take tiga, take satu semua dari awal sampai akhir,” kata dia pada pertunjukan perdana “Ariyah dari Jembatan Ancol” di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat, Rabu (26/7) malam.
Wanita keturunan Minahasa itu menyebut baik dirinya, Chelsea, dan juga pelakon lain yang terlibat telah berlatih dengan matang agar tiap-tiap aspek pementasan terekam dengan baik dalam memori otot, sehingga mampu berlaga dengan gestur dan skrip di luar kepala.
“Nah itu kenapa persiapan kita harus sangat matang supaya udah jadi memori otot, jadi setiap kita naik ke atas panggung, dialog yang kita ucapkan, gerakan-gerakan blocking kita, semuanya sudah terlatih dengan baik,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Chelsea Islan mengatakan ia dan para pemain lainnya telah berlatih keras selama hampir dua bulan. Riset soal dialek bahasa dan budaya Betawi yang menjadi latar ia lakukan demi menampilkan yang terbaik.
“Kami sudah berlatih hampir dua bulan dan selama kita berproses bersama, kita berkarya bersama, saling membantu ya, untuk dialek sendiri kita juga sama-sama saling riset juga,” kata aktris keturunan Amerika Serikat itu.
Selama dua hari dirinya bersama Mikha dan para aktor lain juga tim akan tampil pada pentas teater “Ariyah dari Jembatan Ancol”. Selain mempersiapkan stamina dan kondisi kesehatan, Chelsea tak lupa meminta doa agar pertunjukan itu berjalan dengan lancar.
“Mohon doanya untuk dua hari ke depan,” imbuhnya.
Adapun pementasan teater besutan rumah produksi teater Titimangsa itu digelar di Teater Jakarta, TIM, Cikini, Jakarta Pusat, mulai 27-28 Juli 2023. Tiket pentas berkisar dari Rp200 ribu hingga Rp1,2 juta.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: "Ariyah dari Jembatan Ancol" alterasi legenda urban dalam "sisterhood"