Campur tangan pemerintah Arab Saudi
Kemunculan klub-klub Saudi Pro League yang mempunyai kesehatan finansial sehingga mampu mengontrak pemain-pemain kelas dunia sedikit banyak merupakan campur tangan dari pemerintah Arab Saudi yang menginginkan pengembangan sepak bola di negara petro dolar tersebut.
Paling tidak ada dua kebijakan pemerintah yang memberi ruang masuknya mega bintang ke Arab Saudi. Pertama, pemerintah Arab Saudi meneken kebijakan privatisasi yang memberikan kebebasan untuk klub-klub Saudi Pro League dikelola selayaknya perusahaan dalam dunia bisnis. Kedua, klub-klub di Arab Saudi akan terhindar dari Financial Fair Play (FFP) karena tidak ada batasan untuk melakukan investasi.
Proses tersebut bertujuan untuk mendorong pertumbuhan olahraga dengan menarik investasi lebih lanjut termasuk kemungkinan adanya keterlibatan di sektor swasta untuk klub-klub Saudi Pro League.
Rencana jangka Panjang pemerintah Arab Saudi yaitu berpusat pada tiga misi: menciptakan lingkungan investasi yang menarik, meningkatkan tata kelola klub-klub agar menjadi lebih profesional dan meningkatkan daya saing melalui pembangunan infrastruktur.
Saat ini pendatangan bintang-bintang sepak bola dunia ditujukan untuk meningkatkan sisi komersial liga yang mempunyai target untuk masuk ke dalam sepuluh liga terbaik dunia. Saudi Super League sudah mulai memetik hasil dari sisi komersial dengan penandatanganan hak siar penayangan liga yang ditayangkan ke sejumlah negara-negara lain.
Pemerintah Arab Saudi belajar dari masa lalu, dimana banyak klub-klub Saudi Pro League yang terlilit utang hingga melibatkan negara untuk menyelesaikan penghapusan utang, dengan membuka keterlibatan sektor-sektor swasta untuk berinvestasi kepada klub-klub.
“Ada keterlibatan negara yang signifikan dalam klub sepak bola di masa lalu, terutama dalam penghapusan utang bahkan hingga tahun 2022. Sekarang mereka (Saudi Pro League) mengubah secara budaya manajemen klub dari bergantung kepada negara menjadi organisasi yang lebih strategis dan bisnis yang jauh lebih bertujuan,” kata Profesor ekonomi olahraga dan geopolitik SKEMA Business School Simon Chadwick seperti dilansir Al-Jazeera.