Bandung (ANTARA) - Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan Sekretaris Dinas (Sekdis) Perhubungan (Dishub) Khairur Rijal berperan dalam mengondisikan berbagai suap untuk Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana dalam kasus suap pengadaan kamera CCTV dan ISP (Internet Service Provider) pada program Bandung Smart City di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.
Jaksa Penuntut Umum Tito Jaelani menyebut awalnya Rijal menjabat sebagai Kepala Bidang Lalu Lintas dan Perlengkapan Jalan Dishub Kota Bandung. Rijal pun berperan melakukan komunikasi dengan para terdakwa penyuap yakni Direktur Utama PT Cifo Sony Setiadi, Direktur PT SMA Benny, dan Manajer PT SMA Andreas Guntoro.
"Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yaitu dengan maksud agar Yana Mulyana melalui Khairur Rijal memberikan paket pekerjaan," kata Tito saat membacakan dakwaan untuk terdakwa penyuap di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu.
Dalam beberapa kesempatan, Rijal pun memberikan syarat kepada para calon pelaksana proyek yakni PT Cifo dan PT SMA berupa jatah atau cashback apabila perusahaannya ingin atau sudah disetujui menjadi pelaksana proyek. Selain itu, Rijal juga merangkap sekaligus sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam pengadaan ISP, Rijal pun mengondisikan agar Sony memberikan uang sebesar Rp150 juta untuk Yana Mulyana, tetapi hanya disanggupi sebesar Rp100 juta.
"Sony Setiadi menghubungi Yana Mulyana melalui pesan Whatsapp dan terdakwa Sony Setiadi kembali menyampaikan keinginannya untuk mendapatkan pekerjaan dan kemudian disetujui Yana Mulyana dengan mengatakan 'Bismillah'," kata Tito.
Setelah Sony memberikan uang tersebut ke Yana, Rijal kemudian mengondisikan agar PT Cifo dipilih untuk menjadi pelaksana proyek ISP dengan nilai sebesar Rp2,2 miliar. Setelah itu, Rijal pun kemudian mendapatkan uang suap dari Sony sebesar Rp86 juta.
Sedangkan dalam pengadaan CCTV, Andreas dengan Rijal melakukan pertemuan untuk membahas paket pekerjaan pengadaan dan pemasangan serta pemeliharaan CCTV Smart Camera senilai Rp774 juta. Apabila PT SMA ingin terpilih sebagai pelaksana proyek itu, Rijal menyampaikan kepada Andreas bahwa harus ada fee atau cashback sebesar 10-20 persen.
"Sebagai 'atensi ke pimpinan' setelah pekerjaan selesai dilaksanakan, yang kemudian disetujui oleh para terdakwa," kata jaksa.
Lalu PT SMA pun terpilih menjadi pelaksana proyek dan Andreas atas sepengetahuan Benny memberikan uang sebesar Rp80 juta kepada Rijal atas sepengetahuan Yana dan Kepala Dishub Kota Bandung Dadang Darmawan.
Tak usai di situ, Khairur pun meminta Andreas melakukan presentasi di depan Yana Mulyana terkait proyek yang telah dikerjakaannya. Yana pun merasa tertarik dan ingin melakukan pengadaan CCTV berskala lebih luas di Kota Bandung.
Rijal dan Dadang pun kemudian merancang pengadaan CCTV itu dengan nilai proyek sebesar Rp5 miliar, lalu Rijal pun menyampaikan hal itu kepada Andreas.
Rijal pun menyampaikan kembali kepada Andreas bahwa perlu ada "uang kontribusi sebagai atensi ke pimpinan" apabila PT SMA ingin terpilih untuk proyek senilai Rp5 miliar itu.
"Selanjutnya sebagai realisasi atas permintaan Khairur Rijal tersebut para terdakwa memberikan uang sebesar Rp200 juta kepada Khairur Rijal," kata Tito.
Selain itu, Benny dan Andreas pun mengajak sejumlah pejabat Pemkot Bandung termasuk Rijal, Yana, dan Dadang, untuk melihat program CCTV yang sudah terpasang di Bangkok, Thailand, dengan spesifikasi yang sama dengan yang disediakan PT SMA.
Saat berwisata ke Bangkok itu, Rijal pun mengondisikan pembelian sepatu mewah merek Louis Vuitton yang diinginkan Yana Mulyana. Benny pun lantas memberikan uang sebesar 17 ribu Baht atau Rp7,3 juta untuk membeli sepatu mewah itu.
Adapun dalam kasus suap itu, KPK menetapkan enam tersangka yakni Yana Mulyana, Dadang Darmawan, Khairur Rijal, Sony Setiadi, Benny, dan Andreas Guntoro.
Yana, Dadang dan Khairul sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.