Semua yang diucapkan, dituliskan, divideokan, digambarkan didigitalkan, kemudian diekspos dan diunggah, tidak bisa ditarik lagi. Apalagi bila sudah ditangkap layar oleh orang lain (netizen) Indonesia yang terkenal jeli. Jejak digital tersebut tidak akan hilang.
Sehingga, sebelum mengunggahnya, seseorang harus sadar apa yang diucapkan, apa yang ditulis dan ditayangkan di media sosial, baik itu Twitter, Facebook, maupun Instagram.
Masyarakat perlu diedukasi untuk mencegah terjerat tindak pidana UU ITE. Keteledoran di media sosial tidak memandang umur, maupun latar belakang pendidikan. Siapapun bisa terjerumus bila tak cermat, tidak berhati-hati dan tak bijaksana dalam bermedia sosial.
Banyak celah bisa membuat masyarakat terjerumus. Untuk itu perlu upaya pencegahan dari dua sisi, yakni dari masyarakat untuk bijak bermedia sosial, dan dari sisi kepolisian sebagai aparat penegak hukum.
Dittipidsiber Polri berupaya melakukan upaya pencegahan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat, seperti yang dilakukan polisi siber di beberapa negara, dengan membuat iklan layanan masyarakat, berupa film pendek mencegah penipuan berlatar belakang cinta (love scams).
Untuk pencegahan ini, Dittipidsiber sudah melakukan kajian dan mengupayakan ada kasubdit yang bertugas mengedukasi masyarakat, sebagai langkah pencegahan.
Intinya reserse tidak hanya bisa mengungkap kasus, tapi juga melalukan edukasi, supaya masyarakat tidak terjerat proses hukum dan tidak menjadi korban atau menjadi pelaku kejahatan digital.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Jejak digital yang tak bisa hilang