"Di Indonesia tak akan terwujud (Kalender Islam Global) kalau otoritasnya masih ormas dan kriterianya masih beda-beda," kata dia.
Di sisi lain, Thomas memandang bahwa kriteria Wujudul Hilal yang dipedomani Muhammadiyah sudah ditinggalkan. Ia menyebut teori Wujudul Hilal mirip seperti geosentris yang menganggap bumi sebagai pusat.
Wujudul Hilal, kata dia, tidak mungkin dilihat jika itu dekat ufuk. Ketika matahari mendahului bulan atau terbenam lebih dahulu dibandingkan dengan matahari itu disebut wujudul hilal.
"Nah ini sesungguhnya teori geosentrik, bumi sebagai pusat dan bulan itu mengelilingi bumi. Itu yang kemudian saya sebut teori usang," kata dia.
Sementara itu, Pakar Falak Muhammadiyah Arwin Juli Butar-butar menyebut bahwa metode hisab hakiki Wujudul Hilal merupakan hasil ijtihad dengan intensitas kajian yang sama sekali tidak dangkal.
Menurut Arwin, bagaimanapun sebuah ijtihad dalam fikih Islam, terlepas dari keunggulan dan kekurangannya, tentu harus dihormati. Manakala tidak sesuai atau tidak memenuhi keinginan suatu pihak tentu tidak boleh dinilai secara tendensius, apa lagi distigma negatif.