Jakarta (ANTARA) - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menelusuri batalnya proses autopsi terhadap korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan, dan dipastikan tidak ada intimidasi dari pihak kepolisian terhadap keluarga korban.
“Bukan intervensi, mungkin pada saat pembuatan konsep draf pembatalan, keluarga tidak paham, sehingga ada anggota yang menuntun. Karena pembatalan itu juga hak keluarga," kata perwakilan TGIPF Armed Wijaya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Armed menjelaskan, TGIPF melakukan penelusuran mendatangi Devi Athok, ayah kandung korban meninggal tragedi Kanjuruhan, Natasya (18) dan Nayla (13) di Desa Krebet, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Rabu (19/10).
Penelusuran dilakukan setelah tersebar informasi proses autopsi dibatalkan karena ada intervensi pihak kepolisian kepada pihak keluarga korban.
Kedatangan TGIPF difasilitasi langsung oleh Imam Hidayat selaku kuasa hukum Devi Athok. Dalam pertemuan itu, tim menanyakan apa penyebab jadwal autopsi yang sudah direncanakan mendadak dibatalkan.
"Kami tanyakan langsung kepada keluarga korban terkait rencana autopsi. Karena keluarga korban sebelumnya sudah berjalan lancar, tahu-tahu ada pembatalan oleh keluarga. Isunya pembatalan ada intimidasi oleh anggota kepolisian," ucap Armed.
Armed menyebutkan, kedatangan TGIPF untuk mengklarifikasi informasi adanya intimidasi tersebut. "Kami menggali info, ternyata info intervensi anggota itu tidak benar," ujarnya.
Ia menuturkan penjelasan dari pihak kuasa hukum keluarga, bahwa pembatalan datang dari pihak keluarga korban, terutama ibu korban yang tidak tega bila jenazah anaknya diautopsi.
Terkait kapan proses autopsi kapan akan dilakukan, Armed menyebutkan kepastian ada atau tidaknya autopsi tergantung keluarga korban.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: TGIPF: Tak ada intimidasi Polri terkait batalnya autopsi Kanjuruhan