Kenaikan suku bunga akhirnya menyebabkan harga komoditas yang lebih tinggi dan daya beli melemah, investor akan menjauhi market.
"Kenaikan harga kebutuhan pokok membuat investor untuk wait and see. Ini yang mulai terasa di Indonesia, investor memilih menunggu momen yang tepat untuk masuk kembali ke market kripto, di saat situasi makroekonomi sudah stabil," jelasnya.
Sebelumnya dilaporkan CMO platform investasi aset kripto Pintu Timothius Martin memprediksi investasi aset kripto di Indonesia kian meningkat dan menarik minat investor.
Di balik tingginya minat investasi tersebut, terdapat beberapa faktor pendukung yang berperan, di antaranya, pedagang aset kripto, pemerintah, hingga investor.
"Adapun berbagai faktor tersebut diharapkan membantu investasi aset kripto menjadi lebih mudah dan aman," kata Timo, sapaan akrab dia dalam siaran pers pada Jumat.
Pada acara Leaders Corner bertajuk “Masa Depan Investasi Crypto di Indonesia” pada Kamis (21/7) Timo menjelaskan ada dua hal yang menentukan masa depan investasi kripto Indonesia, yaitu dari sisi market dan perilaku pengguna, user behaviour.
"Dari sisi market, Indonesia masih memasuki tahap awal dengan jumlah investor kripto yang hampir mencapai 15 juta atau sekitar empat persen dari jumlah populasi, sedangkan di negara-negara dengan tingkat literasi finansial yang tinggi misalnya seperti Singapura sudah mencapai 20 persen," katanya.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Finder Cryptocurrency Adoption Index disebutkan bahwa, kepemilikan aset kripto masyarakat di Singapura mencapai 21,9 persen. Masih menurut data tersebut, dalam hal kepemilikan aset kripto, Singapura lebih unggul dibandingkan Australia dan Indonesia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Aspakrindo: Transaksi kripto dalam negeri turun imbas situasi global