Segudang pertanyaan semacam itu, rupanya penting untuk dijawab. Semua pihak tidak boleh membiarkan pertanyaan-pertanyaan itu menumpuk menjadi persoalan yang tidak tertuntaskan.
Soal ketidakmampuan bangsa ini memproduksi kedelai dengan biji besar, jelas harus diakui bersama. Biji kedelai petani lokal hasilnya memang kecil-kecil.
Kedelai yang kecil-kecil ini rupanya kurang diminati oleh perajin tahu dan tempe. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan kedelai impor dari Amerika. Beberapa kalangan menyebut, hal ini dikarenakan kedelai sangat ditentukan oleh kondisi iklim dimana tanaman itu tumbuh.
Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, naiknya harga kedelai impor membuat produsen tahu dan tempe menghentikan produksinya. Sejumlah lapak tahu dan tempe di berbagai pasar berhenti berjualan dan tampak kosong karena tidak ada pengiriman dari produsennya. Masyarakat pencinta tahu dan tempe pun banyak yang kecewa, karena tidak bisa lagi menikmati makanan kesukaannya.
Para produsen tahu dan tempe berjanji, mogok memproduksi tahu dan tempe ini hanya akan dilakukan beberapa hari saja. Paling lama tiga hari.
Salah satu alasan mereka melakukan mogok produksi, karena kecewa dengan kondisi yang ada saat ini. Menurut mereka, mestinya Pemerintah mampu mengantisipasi suasana yang bakal terjadi, sekaligus juga merumuskan solusinya secara bersama-sama.
Deteksi dini
Pemerintah sudah saatnya menghentikan peran sebagai "pemadam kebakaran", namun sepantasnya bila Pemerintah pun mulai menerapkan pendekatan "deteksi dini".