Antarajawabarat.com,17/10- Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR RI Siswono Yudho Husudo menyatakan kebijakan pemerintah menetapkan tarif bea masuk atas impor barang berupa kacang kedelai sebesar 0 persen akan semakin menjauhkan Indonesia dari target swasembada kedelai.
"Dengan kebijakan tersebut, pemerintah semakin menjauhkan Indonesia dari target swamsebada kedelai, padahal Presiden SBY pada 2014 menargetkan swamsebada pangan seperti kedelai, gula, jagung dan daging," kata Siswono dari Fraksi Partai Golkar, yang juga mantan Ketua Umum HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) di Jakarta, Kamis.
Menurut Siswono, kebijakan 0 persen tersebut juga berasal dari adanya tekanan dari luar. Sebagai contohnya adalah Amerika yang membanjiri pasar kedelai di Indonesia dengan kedelai impor yang memiliki kualitas lebih baik dan harga yang lebih murah.
Sementara itu, petani di Indonesia tidak memiliki semangat untuk menanam kedelai karena tidak adanya perhatian serta dukungan dari pemerintah. Serta lahan yang disiapkan untuk penanaman kedelai ini juga menyusut dari tahun ke tahun.
Siswono mencatat pada 1998, lahan untuk menanam kedelai tersedia seluas 1,6 juta hektare, namun dewasa ini menyusut sampai dengan 700.000 hektare. Sementara perihal beras, Indonesia telah mencapai surplus namun surplusnya tidak mencapai target 10 juta ton.
Seperti diketahui Menteri Keuangan Chatib M Basri menetapkan tarif bea masuk atas impor barang berupa kacang kedelai sebesar 0 persen yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 133/PMK.011/2013 pada 3 Oktober 2013.
Beleid tersebut mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 yang memberikan bea masuk sebesar 5 persen atas impor barang berupa kacang kedelai dan berlaku sejak 8 Oktober.
Penetapan pajak 0 persen untuk impor kedelai itu juga mempertimbangkan usulan Menteri Perdagangan melalui surat Nomor 1096/M-DAG/SD/9/2013 tanggal 19 September 2013 dan disetujui oleh Menteri Pertanian Suswono melalui surat Nomor 153/KU.210/M/9/2013/Rhs tertanggal 18 September 2013.***3***
antara