Itu sebabnya, ketersediaan dan keberadaan kedelai harus dapat terjamin dan mendapat jaminan dari Pemerintah.
Semangat untuk meraih swasembada kedelai agar bangsa ini tidak tergantung kedelai impor, memang sudah direncanakan, bahkan dilaksanakan sejak lama.
Berbagai penelitian juga digarap oleh para peneliti dan pemulia tanaman kedelai di Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian Kementerian. Mereka berjuang keras untuk dapat memproduksi kedelai seperti yang dilakukan oleh para petani kedelai di Amerika Serikat.
Kendati demikian, hingga kini apa yang diharapkan dan diinginkan itu belum terwujud. Lalu, apakah betul para petani di negeri ini lebih tertarik untuk menanam padi atau jagung ketimbang kedelai yang harga jualnya tidak menjanjikan bagi pendapatan mereka?
Iklim Subtropis
Anggapan bahwa tanaman kedelai hanya cocok di tanam di negara-negara subtropis, sering kali dijadikan alasan atas kegagalan pencapaian swasembada kedelai.
Kedelai merupakan komoditas yang tumbuh dengan baik di negara subtropis. Di negara tropis seperti Indonesia, kedelai tumbuh sewajarnya dan hasilnya tidak besar-besar seperti kedelai Amerika.
Di sinilah letak persoalannya. Para perajin tahu dan tempe menyukai kedelai yang bijinya besar-besar. Mereka tidak begitu suka pada kedelai yang bijinya kecil seperti yang dihasilkan di dalam negeri.
Pada kondisi semacam ini, timbul pertanyaan apakah tidak ada teknologi pangan yang mampu menyelesaikan masalah iklim dalam budidaya kedelai ini? Lalu, bagaimana dengan hasil-hasil penelitian yang selama ini khusus memilih kedelai sebagai obyek penelitiannya?