Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Menyandang predikat pemilik kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara hingga penyumbang penerimaan negara paling tinggi dari sektor pajak industri tidak lantas menjamin tingkat pengangguran di wilayah Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, rendah.
Dihuni kurang lebih sebanyak 7.339 perusahaan dengan 11 kawasan industri besar, namun realitas kehidupan ekonomi masyarakatnya masih jauh tertinggal dari hiruk pikuk suara produksi mesin. Angka pengangguran warga pribumi masih tinggi, ibarat pepatah "tikus mati di lumbung padi".
Tinggi tembok bangunan industri menjadi magnet jutaan pencari kerja hingga ketersediaan lowongan pekerjaan tidak pernah sebanding dengan jumlah pelamar kerja. Fakta ini juga menjadi penyebab wilayah kabupaten atau kota yang memiliki kawasan industri kerap dibelenggu masalah pengangguran.
Biro Pusat Statistik (BPS) pun mengamini kondisi tersebut dengan meminjam istilah "ada gula ada semut" yang dimaknai bahwa setiap daerah industri pasti memiliki persoalan angka pengangguran relatif tinggi.
Hal itu dikarenakan daya tarik daerah dengan kawasan industri besar berbanding lurus dengan tingginya angka mobilisasi penduduk. Banyak penduduk luar daerah datang ke Kabupaten Bekasi untuk mencari pekerjaan dan mereka yang masih berstatus pencari kerja akan terdata sebagai pengangguran.
Daya tarik Kabupaten Bekasi semakin kuat bagi para pendatang dari luar daerah karena wilayah itu selalu menjadi salah satu kabupaten dengan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tertinggi di Tanah Air.
Tahun 2022 ini UMK Kabupaten Bekasi mencapai Rp4.791.843 atau hanya selisih Rp25.000 dari Kota Bekasi yang menjadi daerah dengan UMK tertinggi 2022 yakni sebesar Rp4.816.921 namun jumlah pabrik di Kabupaten Bekasi jauh lebih banyak ketimbang daerah tetangganya itu.
Spektrum - Penganggur di "jantung" kawasan industri Bekasi
Oleh Pradita Kurniawan Syah Minggu, 14 Agustus 2022 17:54 WIB