Kabupaten Bekasi (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menerapkan strategi khusus guna mengantisipasi terjadi praktik kecurangan saat pemungutan suara Pilkada 2024, terutama di TPS rawan berdasarkan hasil pemetaan.
"Salah satu strategi dengan melakukan patroli pengawasan di titik TPS rawan," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Bekasi Akbar Khadafi di Cikarang, Senin.
Ia mengatakan upaya pencegahan lain mencakup penguatan koordinasi dan konsolidasi dengan pemangku kepentingan terkait, sosialisasi pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi bersama pemantau, penggiat, organisasi masyarakat serta pengawas partisipatif.
Pihaknya menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level pengawas pemilihan umum yang dapat diakses oleh pemilih, baik secara langsung maupun daring pada kanal-kanal pelaporan yang telah tersedia.
Bawaslu juga merekomendasikan KPU Kabupaten Bekasi untuk menginstruksikan jajaran panitia pemungutan suara dan kelompok penyelenggara pemungutan suara agar melakukan antisipasi kerawanan serta meningkatkan koordinasi dengan perangkat terkait, termasuk aparat penegak hukum.
"Pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS itu juga mencakup gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik serta gangguan listrik dan jaringan internet," katanya.
Kemudian, melaksanakan distribusi logistik sampai TPS pada H-1 secara tepat jumlah, sasaran, kualitas maupun waktu serta melakukan pelayanan pemungutan hingga penghitungan suara sesuai ketentuan, termasuk memprioritaskan kelompok rentan dan mencatat data pemilih serta penggunaan hak pilih secara akurat.
"Kami juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik pemilihan di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, serta akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih," katanya.
Kordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi pada Bawaslu Kabupaten Bekasi Khoirudin mengatakan upaya antisipasi gangguan maupun hambatan saat pemungutan suara dilakukan berdasarkan hasil pemetaan potensi TPS rawan.
"Ada enam indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, empat indikator banyak terjadi dan 12 indikator yang tidak banyak terjadi, namun tetap diantisipasi. Pemetaan kerawanan dilakukan terhadap delapan variabel dan 28 indikator, diambil dari 187 desa dan kelurahan yang melaporkan kerawanan TPS di masing-masing wilayah," katanya.
Enam indikator potensi TPS rawan paling banyak terjadi mencakup 591 titik terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), 363 TPS yang terdapat pemilih Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) serta 317 titik terdapat potensi Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Kemudian, ada 303 TPS terdapat penyelenggara yang merupakan pemilih di luar domisili tempat bertugas, 235 TPS terdapat pemilih DPT di TPS yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (TMS), serta 190 TPS di wilayah rawan bencana seperti banjir, longsor atau gempa.
Sementara 12 indikator potensi TPS rawan yang jarang terjadi namun tetap perlu diantisipasi meliputi 19 titik terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lain yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS.
Sebanyak 17 TPS memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan serta penghitungan suara pada saat pemilu, 16 TPS di dekat wilayah kerja pertambangan pabrik, 11 TPS terdapat riwayat ASN, TNI/Polri, kepala dan atau perangkat desa melakukan tindakan merugikan atau menguntungkan pasangan calon.