ANTARAJAWABARAT.com,14/9 - Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pertemuan dengan Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf untuk klarifikasi audit pengelolaan kehutanan di wilayah provinsi setempat, salah satunya tentang pengelolaan keuangan TWA Tangkuban Perahu oleh PT GRPP.
"Jadi, kedatangan mereka dari BPK adalah mendapatkan tugas mengenai kawasan hutan. Dan itu tidak hanya tentang Tangkuban Perahu, tetapi juga ada Bopuncur, di Garut. Pertemuan ini bagian dari tugasnya mereka, yakni audit kawasan hutan salah satunya mengenai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak)," kata Dede Yusuf, di Gedung Sate Bandung, Kamis.
Diutarakannya, pertemuan dilakukan di ruang kerjanya dan dua orang dari BPK mengajukan beberapa pertanyaan terkait Taman Wisata Alam (TWA) Tangkuban Perahu seperti tentang pajak, uang tiket masuk, jenis investasi serta ke mana saja uang tersebut mengalir.
Ia memaparkan, berdasarkan aturan pemerintah mengenai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) disebutkan bahwa harga tiket masuk menuju lokasi TWA Tangkuban Perahu tidak lebih dari Rp2.500 akan tetapi saat ini saat ini harga tiketnya ialah Rp13 ribu.
"Hal ini artinya, permasalahan itu menjadi pertanyaan BPK. Dan kami juga melihat besarannya itu sudah ditetapkan PNBP tidak boleh lebih dari Rp2.500. Jadi ketika ada angka lebih itu yang ditanya BPK. Jadi ke mana larinya, atas dasar apa," kata dia.
Menurut dia, BPK juga menanyakan apakah pemprov atau pemerintah kabupaten setempat mendapatkan bagian berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari TWA Tangkuban Perahu.
"Mereka juga bertanya, apakah ada PAD untuk pemda, saya jelaskan baik pemprov atau pemkab setempat tidak dapat PAD dari TWA Tangkuban Perahu," ujarnya.
Sebelumnya, kata Dede Yusuf, ketika TWA Tangkuban Perahu masih dikelola oleh Perhutani Jawa Barat, memang Pemkab Subang dan Pemkab Bandung Barat pernah mendapat bagian sekitar Rp9 miliar per tahunnya.
Akan tetapi, lanjut dia, semenjak tahun 2009, pengelolaan terhadap TWA Tangkuban Perahu tersebut dikelola oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui lembaga vertikalnya yakni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan dalam pengelolaannya, BKSDA bermitra dengan swasta yakni PT Graha Rani Putra Persada (GRPP).
Pihaknya menambahkan, dalam pertemuan tersebut juga dijelaskan bahwa ketika pengelolan dilakukan BKSDA melalui PT GRPP, Pemprov Jawa Barat tidak pernah memberikan izin apalagi rekomendasi pengelolaannya karena rekomendasi dari pemerintah setempat diminta setelah Kemenhut melalui BKSDA mendapat mitra pengelolaan TWA.
"Kemudian seharusnya rekomendasi diminta sebelum mendapatkan mitra pengelolaan. Artinya dari awal sudah menyalahi prosedur," kata dia.
Oleh karena itu, TWA Tangkuban Perahu domainnya bukan di pemerintah daerah dalam hal ini Pemkab Bandung Barat atau Pemkab Subang dan atau Pemprov Jabar.
"Pemprov Jabar, tidak bisa mencampuri urusan internal pengelolaan dari Kemenhut kepada BKSDA. Makanya, saya menyarankan supaya BPK menanyakan semua urusan teknis pengelolaan TWA kepada BKSDA," ujar dia.***2***
Ajat S
BPK BERTEMU PEMPROV BAHAS PENGELOLAAN TANGKUBAN PERAHU
Jumat, 14 September 2012 8:07 WIB