ANTARAJAWABARAT.com, 25/7 - Mantan Kepala Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok, Jawa Barat, Rendra Fristoto, dihukum satu tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan dalam kasus korupsi pengadaan tanah tiga kantor kecamatan di Kota Depok.
Dalam vonis yang dibacakan majelis hakim diketuai Sumantono di persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu, Rendra dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi seperti diatur dalam pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Rendra selaku kepala dinas tata ruang dan pemukiman Kota Depok dan ditunjuk sebagai pengguna anggaran dalam pengadaan kantor kecamatan Cipayung, Cilodong, dan Tapos, dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan jabatan karena tidak memfungsikan panitia pengadaan tanah yang telah terbentuk.
"Sekalipun dibentuk panitia tetapi tidak difungsikan, justru diambilalih dan dikerjakan sendiri oleh terdakwa," ujar hakim anggota Djojo Djauhaeri.
Majelis menyatakan dalam proses pengadaan tanah tiga kantor kecamatan tersebut tidak dilakukan musyawarah penentuan harga ganti rugi dengan pemilik tanah dan terdakwa justru menentukan sendiri harga pembelian yang dituangkan dalam berita acara negosiasi.
"Harga yang diputuskan terdakwa kurang obyektif apalagi sebelumnya tidak ada penilaian harga, tidak jelas acuannya sehingga berpotensi merugikan keuangan negara," kata Djojo Djauhaeri.
Meski demikian, majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman pengganti kerugian negara kepada Rendra karena dalam fakta persidangan tidak terbukti ia mendapatkan hasil secara materi dari perbuatannya.
"Sehingga tidak ada alasan menjatuhkan hukuman pengganti kepada terdakwa," ujar Djauhaeri.
Mendengar vonis yang jauh lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 4,5 tahun penjara, Rendra langsung bersujud di dalam ruang sidang.
Terhadap putusan tersebut, Rendra maupun JPU Arnold Siahaan menyatakan pikir-pikir.
Dalam dakwaan JPU, Rendra sejak awal proses pengadaan dinyatakan telah melampaui kewenangannya sebagai pengguna anggaran dengan mengambilalih tugas panitia pengadaan tanah untuk melakukan survei dan menentukan sendiri harga beli tanah.
Sebaliknya, Rendra justru tidak memfungsikan panitia pengadaan tanah yang baru diberitahu tentang proses pengadaan setelah jual-beli tanah selesai.
Rendra bekerjasama dengan makelar tanah bernama Roekmanto untuk membeli tanah milik penduduk yang akan dijadikan lokasi pembangunan kantor kecamatan Cilodong dan Cipayung.
Roekmanto membeli tanah milik Yance seluas sekitar 1.200 meter persegi dengan harga 675 ribu per meter persegi. Yance kemudian diminta Roekmanto menandatangani dokumen yang dikira sebagai akta jual beli, namun ternyata adalah akta kuasa penjualan yang digunakan Rokemanto untuk menjual tanah tersebut kepada Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok.
Rendra kemudian menyuruh salah seorang stafnya, Asep Kobul Hidayat, untuk membuat berita acara negosiasi dengan harga ditetapkan Rp848 ribu per meter persegi.Rendra selaku kuasa pengguna anggaran kemudian membayar kepada Roekmanto sebesar Rp981 juta untuk pembelian tanah tersebut.
Modus serupa diulangi oleh Rendra bekerjasama dengan Roekmanto untuk pengadaan lahan Kecamatan Cipayung. Bahkan, Roekmanto membeli lahan untuk pengadaan kantor Kecamatan Cipayung yang berada di luar wilayah, yaitu di Kecamatan Cipayung Jaya.
Untuk pengadaan tanah Kecamatan Cipayung, menurut JPU, negara dirugikan Rp324 juta untuk kelebihan pembayaran yang diberikan kepada Roekmanto.
Sedangkan untuk pengadaan lahan kecamatan Tapos, Roekmanto bekerjasama dengan makelar bernama Abdul Khalik dengan modus serupa sehingga terjadi kerugian negara Rp115 juta.
Menurut JPU, perbuatan Rendra telah merugikan keuangan negara sebesar Rp599 juta dan telah memperkaya orang lain, yaitu Roekmanto sebesar Rp483 juta dan Abdul Khalik Rp115 juta.
Berbeda dengan Rendra, Roekmanto dalam kasus tersebut divonis bebas oleh majelis hakim yang sama. Menurut majelis, Roekmanto tidak terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum.
Roekmanto yang dituntut 4 tahun penjara, menurut majelis, tidak melanggar ketentuan peraturan apa pun karena membeli tanah untuk dijual kembali tanpa disertai akta jual beli.
Selain itu, kata majelis hakim, jual beli yang dilakukan Roekmanto dilakukan sebelum terbitnya surat keputusan penetapan lahan yang dikeluarkan Walikota Depok untuk menetapkan tiga lokasi kantor kecamatan di Kota Depok.
Atas putusan bebas tersebut, Kasi Pidana Khusus Kejari Depok Hendri Siswanto menyatakan langsung mengajukan kasasi.
diah novianti