ANTARAJAWABARAT.com,19/4 - Jumlah kasus penundaan berlarut dalam pelayanan publik masih menepati peringkat teratas maladministrasi di instansi pemerintahan maupun unit layanan publik sehingga pelayanan tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
"Ombudsman menemukan kasus penundaan berlarut dalam pelayanan dengan jumlah terbanyak dalam maladminitrasi dalam pelayanan publik, berkas tetap masuk dan dilayani namun prosesnya tidak sesuai dengan SOP. Ini harus menjadi perhatian di unit-unit layanan publik," kata Ketua Ombudsman Jawa Barat Haneda Lestoto di sela-sela Seminar Supervisi Pengawasan Pelayanan Publik di Bandung, Kamis.
Kasus penundaan berlarut itu mengakibatkan pelayanan publik menjadi tidak efektif dan terjadi kelambatan pelayanan . Ia mencontohkan penyelesaian perizinan yang seharusnya selesai dua hari kenyataannya bisa seminggu atau lebih.
Salah satunya adalah budaya lama yang masih melekat di SDM layanan publik yang membuat penundaan berlarut tetap terjadi. Budaya cepat, tepat dan efektif wajib diterapkan dalam pelayanan publik dengan mengikis faktor-faktor yang menghambat optimalisasi pelayanan.
"Tidak semua kasus penundaan berlarut itu akibat SDM, bisa juga adanya keterbatasan infrastruktur pendukung layanan, jumlah loket yang sedikit atau faktor non teknis lainnya," kata Haneda.
Namun dalam beberapa kasus uang laporannya masuk ke Ombudsman, hal itu juga akibat adanya politik anggaran yang mengakibatkan pemenuhan fasilitas infrastruktur pendukung layanan publik yang yang tidak memenuhi kapasitas yang dibutuhkan.
Ia mencontohkan, kebutuhan komputer untuk pelayanan publik itu tujuh unit, namun karena ada pemangkasan anggaran hanya terpenuhi dua atau tiga unit saja. Akibatnya harus terjadi antrean dalam pelayanan.
"Politik anggaran juga berandil memicu penundaan berlarut, itu perlu menjadi perhatian eksekutif maupun legislatif," kata Haneda.
Selain itu, menurut Haneda masih ada banyak kasus maladministrasi lainnya yang mengakibatkan pelayanan publik tidak maksimal seperti pejabat atau staf layanan publik tidak memberikan pelayanan, berfihak, tidak kompeten, sewenang-wenang, pengabaian kewajiban hukum, kelalaian dan lainnya yang memicu terjadinya KKN.
Maldaministrasi sendiri, kata dia adalah perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang itu, termasuk kelalaian dalam pengabaian hukum dalam penyelenggaraan layanan publik oleh penyelenggara negara sehingga menimbulkan kerugian materil maupun immateril bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Ombudsman mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik dan mengawal pelakanaan UU No.24/1999 tentang pelayanan publik, UU No.28/1999 tentang negara bersih dan bebas KKN.
"Pencegahan maladministrasi dimaksudkan untuk mengawal asas good governance, asas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, proporsionalitas dan asas akuntabilitas," katanya.
Terutama asas kepentingan umum yang berarti mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif dan selektif.
"Semua fihak harus mematuhi hak dan kewajibannya, asas pemerintahan good governance tidak akan terpenuhi bila pelaksanaan hak dan kewajiban dalam aturan itu tidak dipatuhi," kata Haneda.
Pada seminar suvervisi Ombudsman itu juga hadir Anggota Ombudsman RI Bidang Pengawasan Pranowo Dahlan.***1***
Syarif A