Sejarah menceritakan bahwa Mochtar telah berjuang selama 25 tahun melalui jalan diplomasi untuk menegakkan kedaulatan Indonesia melalui konsep negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada 1957 telah mendapat legalitas di Deklarasi Djuanda.
Konsep yang dicetuskan Mochtar berusaha mendobrak peraturan ordonansi Belanda 1939 yang mengatur batas laut internasional, dianggap sebagai penghambat perwujudan Indonesia sebagai negara kepulauan.
Melalui konsep itu, ia berprinsip bahwa wilayah lautan menjadi alat pemersatu bangsa, bukan malah sebaliknya sebagai pemisah. Inilah yang kemudian diperjuangkan Indonesia dalam beberapa kali konvensi hukum laut internasional, di mana Mochtar Kusumaatmadja terlibat aktif sebagai delegasi.
Kontribusi Mochtar Kusumaatmadja sudah terlihat sejak menjadi Wakil Delegasi Indonesia di Konvensi Hukum Laut ke-1 pada 1958 di Jenewa, Swiss.
Pada kesempatan inilah dunia pertama kali mendengar konsep negara kepulauan yang kemudian mendapat penolakan dari negara maritim besar, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Amerika Serikat bahkan mengirim pesan diplomasi kepada Menteri Luar Negeri Indonesia pada masa itu, yang berisi protes terhadap perluasan daerah perairan Indonesia hingga 12 mil limit yang memang ditetapkan dalam Deklarasi Djuanda. Menyusul kemudian protes Australia, Belanda, Prancis, dan Selandia Baru.
Langkah Indonesia di dunia internasional pun terhambat. Dalam Konvensi Hukum Laut ke-2 pada 1960 di Jenewa, Swiss, konsep itu kembali ditentang banyak negara.