Bandung (ANTARA) - Merek fesyen asal Bandung Cocoes yang memproduksi sepatu slip on memanfaatkam digital markerting untuk mengembangkan usahanya di masa pandemi COVID-19.
"Pandemi sedikit banyak telah memaksa kami, para pelaku usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM) untuk go digital. Digitalisasi bisnis bukan hanya soal ‘jualan online’, tetapi juga tentang bagaimana merevolusi cara mengembangkan usaha," kata Owner Cocoes Indra Sapaat, di Bandung, Senin.
Konsep dagang yang ia lakukan saat memulai usaha pada 2016 adalah dengan menjajakan produk langsung ke konsumen dan Pusat Grosir Gedebage, Kota Bandung, menjadi lokasi utamanya.
Baca juga: Sri Mulyani resmikan Creative Hub bagi UMKM dan anak muda di Bandung
“Artikel pertama sepatu slip on dengan merk sendiri. Desain masih ATM, ambil, tiru, modifikasi. Bertahan sampai 2019 akhir,” ujar Indra.
Merek fesyen dengan akun Instagram @cocoes.id ini kemudian melakukan re-branding total pada 2020. Melepas cara jualan lama, Cocoes mulai merambah dunia digital dengan fokus pada produk sandal platform.
“Sebelum bulan puasa tahun 2020, ada inisiatif buat sandal platform karena punya referensi dari Jepang dan Amerika. Dari situlah berangsur sampai sekarang berjualan sandal platform,” kata dia.
Cocoes, hanya menjual dua artikel yakni sandal khusus wanita dan sandal khusus pria dan artike untuk wanita bernama Una dan artikel untuk pria bernama Gueno.
Keunikan sandal platform Cocoes bisa dilihat di backstrap atau tali belakangnya yang bisa dilepas di kanan maupun kiri.
Dengan detachable technology, backstrap bisa dibuka dengan satu sentakan secara berbarengan antara kaki kiri dan kaki kanan.
Harga termurah produk Cocoes dibanderol Rp89.000 untuk sandal slide/slipper namun harga rata-ratanya Rp250.000 hingga 345.000.
Pada 2021, Cocoes menargetkan penjualan di atas 450 jenis tahun 2022 ini, target penjualan meningkat menjadi 750 jenis dengan segmentasi kelas menengah.
Baca juga: Pemkot Bandung dorong UMKM kopi perluas pasar ekspor
Merek ini digandrungi generasi millenial sampai generasi alfa. Dari data internal terlihat 90 persen pasar produknya menyasar masyarakat usia 21-33 tahun.
Sementara secara demografis, 85-88 persen penjualan produk Cocoes berpusat di Pulau Jawa. Prosentasenya, 60 persen Jabodetabek dan 40 persen Jawa Barat.
“Di luar Jawa, ada Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, tapi fluktuasi, setiap bulan berbeda. Enam bulan ke belakang, pasar Sulawesi/Kalimantan lebih baik dari Sumatra. Tapi di kuartal pertama dan kedua 2021, Sumatera mendominasi penjualan sampai 18 hingga 20 persen,” kata Indra.
Keluar zona nyaman
Keputusan Indra untuk membawa mereknya keluar dari zona nyaman, membuat bendera Cocoes menjadi semakin berkibar.
Menurutnya, merek akan sulit berkembang jika terus berjualan secara konvensional.
Setelah resmi mendapatkan legalitas, Agustus 2020, Cocoes akhirnya memutuskan untuk sepenuhnya berjualan online.
“Dalam keadaan pandemi, kita gak bisa menjalani bisnis secara online dan offline secara berbarengan,” katanya.
Ia mulai menjalankan pengembangan produk dengan kolaborasi, endorse, paid promote, hingga supporting komunitas.
Baca juga: Perluas pasar UMKM, Dekranasda Jabar resmikan Kampung Korea
Indra dan tim juga dituntut profesional dalam berbisnis, bukan hanya memikirkan bagaimana memproduksi sesuatu, tetapi juga memikirkan material, vendor, pabrik, hingga financial technology.
Meski sudah semakin berkembang, Indra mengakui Cocoes memiliki mode hemat dalam mempekerjakan pegawai. Ada satu tim inti yang menjalankan perusahaan dan dua tim khusus. Selain itu, ada pula 3 vendor yang berkerja sama.
Menghadapi 2022, Indra mengatakan, Cocoes sudah menyesuaikan strategi. Ia menegaskan, brand miliknya tidak akan bermain di pasar bawah dan menengah.
“Kita akan digencet dengan mass market, yang main hari makin serabutan ke sana ke sini untuk meningkatkan kualitas penjualan setiap bulan dengan meng-copy paste produk-produk yang mungkin sudah awal ada,” ujar dia.
Cocoes membidik high market dengan goal yang telah disusun, selepas momen Ramadan dan Idulfitri.
Salah satu strateginya, mengenalkan Cocoes melalui public figure, komunitas, hingga video podcast.
“Dibilang pesimis nggak, (justru) kita semakin optimis ke depannya,” kata Indra.